News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bagaimana Bisa 1000 Mahasiswa RI Tertipu Magang Palsu di Jerman? Jalani 'Kerja Paksa' 14 Jam Sehari

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kasus TPPO berkedok program magang ini terungkap setelah empat mahasiswa mendatangi KBRI di Jerman yang sedang mengikuti ferien job.

Seorang korban berinisial N, mahasiswi perguruan tinggi di Jawa, menuturkan pengalamannya menjadi korban TPPO dengan modus pengiriman program magang mahasiswa ke negara Jerman melalui program Ferienjob.

Sebagai informasi, ada 33 universitas di Indonesia yang tergabung dalam program yang disosialisasikan oleh PT CVGEN dan PT SHB.

Dikutip dari BBC Indonesia, N bertandang ke salah satu kota di Jerman pada awal Oktober 2023 untuk mengikuti program Ferienjob.

Ia berpikir, selain ikut program magang, dia juga bisa “jalan-jalan di luar negeri”.

“Waktu itu dipromosikan working and holiday [bekerja dan berlibur],” tuturnya kepada jurnalis BBC News Indonesia.

N mengaku percaya kegiatan Ferienjob karena ada testimoni dari tahun-tahun sebelumnya.

N dan teman-temannya diminta membayar Rp150.000 untuk pendaftaran. Setelah itu mereka harus membayar lagi untuk biaya pembuatan paspor, izin kerja, dan keperluan visa.

Secara total, biaya awal yang harus dibayarkan Nita dan rekan-rekannya adalah 550 euro (sekitar Rp9,4 juta) termasuk untuk urusan ZAV (kantor bursa pekerjaan spesialis Jerman) dan biaya ketibaan di Jerman.

Sayangnya, begitu sampai di Jerman, N dan teman-temannya kecewa karena haknya sebagai mahasiswa tidak terpenuhi.

Menurutnya, apa yang ia alami dan kerjakan di sana tidak sesuai dengan janji di awal.

Awalnya, Nita dan rekan-rekannya dijanjikan magang di Bandara Munich – tapi ternyata begitu sampai di Jerman, program magang di bandara itu tidak ada di daftar magang Ferienjob.

Mereka pun dipindahkan ke situs kerja lain – sebuah pabrik.

“Itu pun kami enggak langsung dikasih kerja. Kami harus menunggu dulu sekitar enam sampai tujuh hari,” ujarnya.

N bercerita beberapa rekannya diminta bekerja di konstruksi pekerjaan meski mereka perempuan dan sebagian lain magang di jasa ekspedisi dan harus mengangkat barang-barang sebesar 30 kilogram.

Bagi N, pengalamannya di Jerman itu tidak sepadan dengan raihan akademiknya begitu kembali ke Indonesia.

Sesampainya di Indonesia, dia dan teman-temannya ternyata masih harus ikut ujian tengah semester (UTS) dan ujian akhir semester (UAS) susulan.

“Aku enggak lulus dua mata kuliah. Jadi harus mengulang,” ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini