"Artinya ini bener percakapan antara saudara dengan Windy ya?" tanya jaksa.
"Bener, bener," jawab Hasbi.
"Agar lebih bermartabat dan dihormati, seperti itu ya. 'Nah jika cepat selesai, besok bebe ke TRD ya sayang', TRD itu apa pak?" tanya jaksa.
"TRD itu ada sate suciyati, itu di dalam," jawab Hasbi.
"Oke cayang ku bebe istirahat. Hei bebi..'. Ini artinya percakapan antara saudara dengan Windy, chat seperti ini ya pak. Kemudian ini ada chat percakapan juga saudara ada dengan Abah Yamin kenal pak?" tanya jaksa.
"Abah Yamin saya tahu, kenal," jawab Hasbi.
Kuasa hukum Hasbi Hasan sempat motong kesempatan jaksa bertanya dengan cara memprotes kepada masjelis hakim.
Menurutnya, pertanyaan penuntut umum dianggap tak relevan.
"Mohon maaf majelis, apakah ini terkait dengan dakwaan ya?" protes kuasa hukum Hasbi.
"Ya tadi juga kami sampaikan, ini sudah menyimpang, kalau bisa kita fokus sama dakwaan saja, pak penuntut umum, ya, karena ini kam tujuannya ke mana. Kalau memang bisa dijelaskan ya ininya dari penuntut umum, untuk mempertanyakan itu, untuk apa dulu," kata hakim.
Jaksa merespon dengan menyebut bahwa dibacakannya percakapan itu untuk mengungkap penerimaan uang Hasbi melalui orang lain termasuk ke Windy.
"Iya terima kasih Yang Mulia, karena dalam dakwaan ini kan terkait penerimaan uang dan barang-barang yang penerimaannya juga melalui orang lain. Jadi kami harus membuktikan dalam dakwaan ini hubungan terkait dengan penerimaan dan terdakwa saya kira ini masih relevan, kami masih cukup memilah-milah bukti yang relevan. Jadi mohon diizinkan tetap bisa menampilkan ini. Terima kasih," kata jaksa
Buntut dari kasus tersebut, Majelis hakim yang dipimpin Toni Irfan, Rabu (3/4/2024), dalam sidang menjatuhkan memvonis Hasbi enam tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Hasbi dianggap sudah mengabdi selama 31 tahun di lingkungan MA dan dinilai banyak berkontribusi serta berprestasi.
Selain enam tahun penjara, Hasbi dikenai pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 3,8 miliar.
Vonis tersebut jauh di bawah tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni penjara 13 tahun dan 8 bulan serta pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp 3,8 miliar.
Saat putusan dibacakan, Toni didampingi hakim anggota Teguh Santoso dan Mardiantos. Sidang dihadiri juga oleh jaksa KPK dan Hasbi yang didampingi penasihat hukumnya.
”Majelis hakim perlu mempertimbangkan masa pengabdian terdakwa (Hasbi) kepada negara di lembaga Mahkamah Agung RI yang lebih kurang 31 tahun lamanya,” ujar Toni.
Baca juga: Dadan Yudianto Mengaku Berbohong, Tas Mewah Rp 250 Juta yang Dibeli Sang Istri Dikasih Teman Wanita
Selama 31 tahun tersebut, tambah Toni, Hasbi tidak pernah berbuat tercela.
Hasbi juga tidak pernah dikenai tindakan indisipliner, apalagi melanggar hukum. Selama menjabat sebagai pejabat struktural, Hasbi juga dinilai telah banyak berkontribusi dan berprestasi.
Setelah mendengarkan putusan dari majelis hakim, Hasbi mengajukan banding. Sementara itu, JPU KPK menyatakan pikir-pikir.
Karena dua hal tersebut, majelis hakim menyatakan putusan ini belum mempunyai kekuatan hukum tetap. Namun, pemeriksaan dinyatakan selesai dan sidang ditutup.
Majelis hakim perlu mempertimbangkan masa pengabdian terdakwa (Hasbi) kepada negara di lembaga Mahkamah Agung RI yang lebih kurang 31 tahun lamanya.
Keadaan yang memberatkan adalah perbuatan Hasbi tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap MA.
Dalam sidang terungkap, Hasbi memberikan tas tersebut kepada Windy karena keduanya memiliki hubungan dekat dan telah saling kenal sejak 2018.
Windy biasa disebut oleh Hasbi dengan sebutan ’Tuan Putri’.
Selain menerima uang dan tas dari Heryanto melalui Dadan, Hasbi juga memperoleh gratifikasi fasilitas perjalanan wisata dan penginapan.
Gratifikasi tersebut diterima Hasbi sejak Januari 2021-Februari 2022, di antaranya dari Devi Herlina selaku notaris rekanan dari CV Urban Beauty/MS Glow dan Menas Erwin Djohansyah selaku Direktur Utama PT Wahana Adyawarna.
Total gratifikasi yang diterima Hasbi sebesar Rp 630,8 juta.
Sampai selesainya pembuktian di persidangan, Hasbi tidak dapat membuktikan bahwa gratifikasi yang diterimanya merupakan penerimaan yang sah.
Majelis hakim mengungkapkan, pada 13 Januari 2022 Hasbi menerima fasilitas perjalanan wisata keliling menggunakan helikopter di Bali dari Devi.
Fasilitas itu dinikmati Hasbi secara cuma-cuma, salah satunya bersama dengan Windy. Fasilitas itu diberikan Devi terkait jabatan Hasbi selaku Sekretaris MA.
Satu kamar digunakan Hasbi bersama Windy, sedangkan satu kamar lainnya digunakan untuk pembahasan pengurusan perkara di MA.
Hasbi juga menerima fasilitas penginapan berupa sewa kamar di Fraser Residence Menteng Jakarta pada 5 April-5 Juli 2021 dari Menas senilai Rp 120 juta.
Fasilitas itu digunakan Hasbi untuk kepentingan pribadi bersama Windy.
Selain itu, sebagai posko untuk pertemuan Hasbi dengan Menas guna membahas perkara-perkara di MA.
Pada 24 Juni-21 November 2021, Hasbi menerima fasilitas penginapan berupa dua kamar senilai Rp 240 juta di The Hermitage Hotel Menteng, Jakarta, dari Menas.
Satu kamar digunakan Hasbi bersama Windy, sedangkan satu kamar lainnya digunakan untuk pembahasan pengurusan perkara di MA.
Baca juga: KPK Cegah Windy Idol, Tersangka Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Bersama Sekretaris MA Hasbi Hasan
Hasbi berinisiatif memindahkan tempat pertemuan ke hotel Novotel Cikini, Jakarta.
Ia menerima fasilitas penginapan sewa dua kamar dari Menas senilai Rp 162 juta untuk pembahasan pengurusan perkara dan kepentingan pribadi dengan Windy pada 21 November 2021 sampai dengan 17 Februari 2022. (*)