Kasus tersebut melibatkan Suharto, Kepala Sub Auditoriat III BPK perwakilan Jawa Barat dan Kepala Seksi BPK Wilayah Jawa Barat III B, Enang Hermawan.
Di mana, keduanya menerima uang suap sebesar Rp200 juta dari Kepala Inspektorat Kota Bekasi, Herry Lukamanto Hari, serta pejabat Dinas Pendapatan Daerah Kota Bekasi Herry Supardjan.
Uang itu diguyurkan agar Suharto dan Enang memberikan predikat WTP atas Laporan Keuangan Kota Bekasi Tahun 2009.
Atas kasus tersebut, para auditor divonis 4 tahun penjara DAN diwajibkan membayar denda Rp200 juta oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pindana Korupsi Jakarta.
Sebab, terbukti menerima suap Rp400 juta untuk memberikan opini WTP terhadap laporan keuangan Pemkot Bekasi tahun 2009.
- Terima Suap Rp600 Juta dari Wali Kota Tomohon
Pada 2012, kasus serupa juga terjadi lagi. Kali ini melibatkan auditor BPK, MB alias Bahar dan MM alias Munzir, dua auditor BPK yang bertugas di Sulawesi Utara.
Keduanya menerima suap uang sebesar Rp600 juta yang diberikan Walikota Tomohon, Jefferson Rumajar untuk memberikan opini WTP dalam laporan keuangan.
Selain menerima pelicin untuk memberikan opini, Bahar dan Munzir juga mendapatkan fasilitas hotel dan sewa kendaraan yang diambil dari dana pemerintah kota Tomohon sebesar Rp7,5 juta.
Kemudian, pada September 2016, keduanya pun divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Manado dengan hukuman 5 tahun 6 bulan bui dan denda Rp100 juta serta mewajibkan keduanya membayar uang pengganti Rp1,6 miliar.
- Terima Suap dari Mantan Bupati Bogor Ade Yasin
Dilansir Kompas.com, Empat auditor BPK Jawa Barat diketahui menerima suap dari mantan Bupati Bogor Ade Yasin.
Yakni menerima hadiah atau suap berupa uang berjumlah Rp 1.935.000.000 dari Ade Yasin terkait Laporan Keuangan Pemerintah Daerah untuk mendapatkan opini WTP.
Mereka kemudian divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam kasus suap tersebut.
Adapun, empat terdakwa yaitu Kepala Subauditorat Jabar III Anton Merdiansyah dan tiga pemeriksa BPK Jabar, bernama Arko Mulawan, Gerri Ginanjar Trie Rahmatullah, dan Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa.
Anton divonis delapan tahun penjara dan denda Rp 300 juta dan Hendra divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta. Sementara Arko dan Gerri masing-masing divonis lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta.