News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Revisi UU Penyiaran

Polemik Revisi UU Penyiaran: PWI Pusat Cerita Suasana Kebatinan DPR Tentang Kemerdekaan Pers

Penulis: Gita Irawan
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi. Terkait polemik wacana revisi Undang-Undang Penyiaran, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Hendry Ch Bangun menceritakan suasana kebatinan DPR tentang kemerdekaan pers. Ia mengatakan selama enam tahun menjadi anggota Dewan Pers sering melakukan rapat dengan Komisi I DPR. Menurutnya, suasana kebatinan yang ia tangkap dari anggota DPR di dalam rapat-rapat tersebut adalah mereka anti kemerdekaan pers.

Ia mengungkapkan saat itu honor Anggota Dewan Pers sekira lima kali lebih kecil dibandingkan komisioner KPI.
 
"Kita bilang, 'sama teman-teman di Komisi I ini kita percaya nih. Begitu dibawa ke pleno, hancur sudah. Pasti selain nambah gaji anggota Dewan Pers, pasti banyak masuk pasal-pasal terutama izin, dan terutama lagi fit and proper test," kata dia.

"Jadi memang mereka (anggota DPR) ingin sekali agar anggota Dewan Pers ini kayak KPI dong, kita yang memilih. Dan kita di sini tentu saja adalah kolaborasi, atau pertemanan paket antar partai," sambung dia.

Menurutnya, suasana kebatinan anggota DPR yang demikian membuat masyarakat pers pada umumnya belum mau merevisi Undang-Undang Pers.

"Percuma. Kita masukan 2 pasal, nanti keluar 12 pasal inisiatif DPR. Jadi menurut saya ini hal yang saya kira, begitu melihat ada kesempatan, 'wah ini RUU sedang dibahas ini, masuk barang itu. Kesempatan kita ini membatasi'," kata dia.

"Istilah sopannya kan mengatur, padahal sebetulnya mengatur itu, ya mengatur lalu lintas saja ada diskresi juga di situ. Jadi suasana kebatinan ini yang juga akan ikut mempengaruhi," sambung dia.


Dewan Pers Menolak

Diberitakan sebelumnya, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyatakan pihaknya bersama seluruh konstituen menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran yang tengah ramai diperbincangkan.

Ia mengkritik penyusunan RUU Penyiaran karena tak memasukkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dalam konsideran.

"(Ini) mencerminkan bahwa tidak mengintegrasikan kepentingan lahirnya jurnalistik yang berkualitas sebagai salah satu produk penyiaran termasuk distorsi yang akan dilakukan melalui saluran platform," kata dia di Gedung Dewan Pers, Jakarta pada Selasa (14/5/2024).

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu (tengah) mendorong pemerintah agar meningkatkan perlindungan terhadap para jurnalis. (Fersianus Waku)

Selain itu, ia juga memandang RUU Penyiaran menyebabkan pers tidak merdeka, independen, serta tak akan melahirkan karya jurnalistik yang berkualitas.

"Karena dalam konteks pemberitaan, Dewan Pers berpandangan perubahan ini jika diteruskan sebagian aturan-aturannya akan menyebabkan pers menjadi produk pers yang buruk, pers yang tidak profesional dan tidak independen," kata dia.

Menurutnya, proses RUU Penyiaran menyalahi Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yakni penyusunan sebuah regulasi yang harus meaning full patricipation.

"Maknanya apa? Harus ada keterlibatan masyarakat, hak masyarakat untuk didengar pendapatnya, hak masyarakat untuk dipertimbangkan pendapatnya," kata dia.

Ia mengataka Dewan Pers dan konstituen juga tidak dilibatkan dalam proses penyusunan RUU Penyiaran.

Sementara secara substantif, ia menegaskan RUU Penyiaran sangat bertentangan dengan Pasal 4 dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini