Selain itu, kata Sumartono, PMI Surakarta merupakan satu-satunya PMI yang tidak menggunakan dukungan APBD dan bulan dana.
“Kita tidak menggunakan bulan dana PMI yang dibebankan kepada listrik, telepon dan air minum. Hal ini karena kami tidak ingin membankan kepada masyarakat,” ungkapnya.
Ia lantas membeberkan pendapatan PMI berasal dari surplus kantong darah dengan nilai perbulannya mencapai Rp100 juta.
“Darah itu kalau dulu dibayar pasien, tapi sekarang udah di BPJS, jadi pasien tak perlu membayar lagi,” ucapnya.
Ia mengaku tren positif ini didapat lantaran adanya dukungan dari masyakarat setempat, sehingga PMI Surakarta bisa mandiri. Efeknya adalah PMI Surakarta bisa mengambil bagian saat terjadi bencana di Indonesia dengan membuka dapur umum hingga pemeriksaan medis.
“Kami sudah surplus dari darah, sehingga PMI Surakarta bisa memberikan transport dan akomodasi kepada anggota yang bertugas di lokasi bencana tanpa harus membuka donasi,” katanya.
(Tribunnews.com/Bangkit N)