News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tabungan Perumahan Rakyat

Meski Sudah Ada PP, Kemnaker Tegaskan Iuran Tapera bagi Pekerja Tidak Dilakukan Tahun Ini

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dirjen PHI dan Jamsos Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker), Indah Anggoro Putri saat konferensi pers terkait Tapera di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Jumat (31/5/2024). Kemnaker menegaskan iuran Tapera tidak dilakukan tahun ini. Hal tersebut lantaran masih perlunya penyusunan Permenaker.

TRIBUNNEWS.COM - Dirjen PHI dan Jamsos Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker), Indah Anggoro Putri mengungkapkan iuran untuk program Tabungan Perumahan Rakyat bagi karyawan swasta tidak akan dilakukan tahun ini meski Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.

"Saya ingin menyampaikan pada kesempatan ini, terbitnya PP Nomor 21 Tahun 2024, tidak semata-mata langsung memotong gaji atau upah pekerja non ASN TNI-Polri," katanya dalam konferensi pers, Jumat (31/5/2024) di Kantor Staf Kepresidenan, Jakarta dikutip dari YouTube Kompas TV.

Indah menuturkan, mekanisme pembayaran Tapera nantinya akan diatur melalui Permenaker.

Dia juga menjelaskan bahwa pemberlakuan kepesertaan pekerja dalam Tapera paling lambat tahun 2027.

"Terkait dengan pungutan bagi pekerja non ASN, TNI, dan Polri, dapat dilihat pada pasal 15 (PP Nomor 21 Tahun 2024), nanti akan diatur mekanismenya dalam suatu peraturan tingkat menteri yang menyelenggarakan pemerintahan di bidang pekerjaan," jelasnya.

Lebih lanjut, Indah turut mengomentari terkait banjir penolakan terhadap program Tapera ini.

Dia mengungkapkan adanya penolakan lantaran pemerintah masih belum melakukan sosialisasi ke masyarakat secara luas.

"Nanti, insya Allah, nanti kami akan melakukan sosialisasi public hearing secara masif. Kami juga akan mendengarkan masukan-masukan dari stakeholder ketenagakerjaan."

"Jadi tenang saja, kami akan melakukan sosialisasi secara masif secara direct," kata Indah.

Baca juga: Respons Pengembang Properti Soal Tapera dan Wacana Pembentukan Kementerian Perumahan

Sebagai informasi, Presiden Jokowi menerbitkan PP Nomor 21 Tahun 2024 sebagai pengganti PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat.

Dalam PP ini, pemberi kerja diwajibkan untuk mendaftarkan seluruh karyawan swasta dengan penghasilan sama dengan atau lebih tinggi dari upah minimum wajib menjadi peserta Tapera paling lambat pada tahun 2027 dengan iuran yang harus dibayarkan adalah tiga persen dari gaji pekerja.

Sementara, skema tiga persen iuran dibagi untuk pekerja sebesar 2,5 persen dan pemberi kerja 0,5 persen.

Pasca penerbitan PP ini, banyak pihak dari pengusaha hingga buruh merasa keberatan lantaran gajinya sudah dipoton oleh BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Apindo: Pengusaha dan Pekerja Tolak Tapera

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengklaim kalangan pengusaha dan buruh memiliki pandangan yang sama dalam menyikapi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Shinta mengatakan, pihaknya telah bersurat kepada pemerintah terkait dengan peraturan ini, menyuarakan ketidaksetujuan mereka atas pungutan upah pekerja untuk Tapera.

"Ya jelas kami enggak setuju lah. Kan kami udah mengatakan dari awal. Sebenarnya ini sudah cerita lama ya," katanya ketika ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta Selatan, Kamis (30/5/2024).

Dia bilang, semenjak Undang-undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat dikeluarkan, pihaknya sudah menyampaikan masukan kepada pemerintah.

Ketika akhirnya PP ini keluar, Shinta mengaku kaget karena revisi ini keluar secara mendadak. Ia pun menegaskan pihaknya akan kembali menyampaikan surat ke pemerintah.

Baca juga: Daftar Sanksi jika Pekerja Tak Bayar Iuran Tapera, Bisa Kena Denda hingga Pencabutan Izin Usaha

Dia menegaskan, pengusaha dan buruh kompak menolak PP ini.

"Jadi, kami sekarang dalam koordinasi pelaku usaha juga dengan para pekerja ya. Sikap kami semua sama. Para pekerja juga, serikat buruh, semua kan punya sikap yang sama untuk tidak mendukung daripada PP ini," jelas Shinta.

Menurut dia, PP ini bermasalah karena menduplikasi program yang sudah ada.

"Kenapa mesti ada iuran Tapera kalau di BPJS Ketenagakerjaan itu sudah ada MLT (Manfaat Layanan Tambahan) yang bisa dimanfaatkan untuk perumahan?" ujar Shinta.

Kalau memang pemerintah kekeuh ingin menjalankan program penarikan ini, Shinta menilai lebih baik hanya ASN, TNI, dan Polri yang dikenakan.

Sementara itu, ia meminta pihak swasta tidak dikenakan juga, terutama 0,5 persen yang dipungut dari pihak pemberi kerja.

Sebab, beban pungutan jaminan sosial yang ditanggung pemberi kerja saat ini disebut sudah mencapai 18 persen. Jika ditambah nantinya dengan pungutan Tapera, ia menilai akan memberatkan.

Jadi, kata Shinta, jika pemerintah ingin menjalankan program Tapera, lebih baik dipersiapkan sendiri seperti contoh menggunakan APBN.

"Kalau pemerintah mau menyiapkan sendiri untuk tapera, ya itu ke dana APBN, terserah gitu loh. Tapi kalau swasta juga harus membayar 0,5 persen dan pekerja harus 2,5 persen, ya keberatan," pungkas Shinta.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Endrapta Ibrahim Pramudhiaz)

Artikel lain terkait Tabungan Perumahan Rakyat

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini