Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persidangan lanjutan kasus dugaan korupsi pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated atau dikenal Jalan Layang MBZ mengungkap alasan dibuat naik turun seperti gelombang.
Hal itu terungkap saat pihak terdakwa, eks Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono untuk menghadirkan ahli dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (11/6/2024).
Selain Djoko, dalam perkara ini juga terdapat tiga terdakwa lain: Ketua Panitia Lelang pada JJC, Yudhi Mahyudin; Tenaga Ahli Jembatan pada PT LAPI Ganeshatama Consulting, Tony Budanto Sihite; dan Sofiah Balfas selaku eks Direktur PT Bukaka Teknik Utama.
Ahli yang dihadirkan di persidangan ialah Krishna Mochtar yang merupakan dosen di Institut Teknologi Indonesia.
Baca juga: Polwan dan Pecatan Polisi Penipu Rp598 Juta dan Jadikan Anak Petani sebagai Pembantu jadi Tersangka
Dalam kesaksiannya, Krishna mengungkapkan naik-turunnya permukaan Jalan Tol MBZ karena demi meminimalisir anggaran.
Pasalnya, jika dibuat lurus saja, maka akan menelan biaya yang lebih besar.
"Kalau Pak Prof melihat gambar basic design yang dikeluarkan oleh pemilik pekerjaan JJC, dalam hal ini JJC tuh memilih naik turun, Pak Prof. Naik turun terhadap ada over pass. Nah kira kira berdasarkan pengalaman Pak Prof ini, ini alasannya apa sih sehingga dia memilih naik turun, menyusahkan diri, daripada milih tinggi tapi lurus?" ujar terdakwa Tony Sihite saat diberi kesempatan oleh Majelis Hakim.
"Ya biaya itu. Karena kalau yang lurus tinggi, pasti biayanya juga akan lebih tinggi," jawab Krishna.
Budget yang lebih mahal itu lantaran pengerjaannya dianggap lebih sulit daripada yang naik-turun.
"Ada sesuatu yang dikejar dan itu karena lebih susah ya. Dan itu memang dengan adanya pendek, ada yang tinggi, itu kan ada optimasi daripada biaya di situ," ujar Krishna.
Kongkalikong Menangkan Waskita
Dalam perkara dugaan korupsi Tol MBZ ini terdapat empat terdakwa: eks Direktur Utama PT Jasa Marga Jalan Layang Cikampek (JJC), Djoko Dwijono; Ketua Panitia Lelang pada JJC, Yudhi Mahyudin; Tenaga Ahli Jembatan pada PT LAPI Ganeshatama Consulting, Tony Budanto Sihite; dan Sofiah Balfas selaku eks Direktur PT Bukaka Teknik Utama.
Baca juga: Sita Ponsel Sekjen PDIP Hasto, KPK Ingin Telusuri Lokasi DPO Harun Masiku
Jaksa penuntut umum telah mendakwa para terdakwa atas perbuatan mereka yang berkongkalikong terkait pemenangan KSO Waskita Acset dalam Lelang Jasa Konstruksi Pembangunan Jalan Tol Jakarta–Cikampek II elevated STA.9+500 – STA.47+000.
Kemudian terdakwa Djoko Dwijono yang saat itu menjabat Direktur Utama PT Jasa Marga, mengarahkan pemenang lelang pekerjaan Steel Box Girder pada perusahaan tertentu yaitu PT Bukaka Teknik Utama.
"Dengan cara mencantumkan kriteria Struktur Jembatan Girder Komposit Bukaka pada dokumen Spesifikasi Khusus yang kemudian dokumen tersebut ditetapkan Djoko Dwijono sebagai Dokumen Lelang Pembangunan Jalan Tol Jakarta–Cikampek II elevated STA.9+500 – STA.47+000," kata jaksa penuntut umum dalam dakwaannya.
Akibat perbuatan para terdakwa, jaksa mengungkapkan bahwa negara merugikan negara hingga Rp 510.085.261.485,41 (lima ratus sepuluh miliar lebih).
Selain itu, perbuatn para terdakwa juga dianggap menguntungkan KSO Waskita Acset dan KSO Bukaka-Krakatau Steel.
"Menguntungkan KSO Waskita Acset sejumlah Rp 367.335.518.789,41 dan KSO Bukaka Krakatau Steel sebesar Rp 142.749.742.696,00" kata jaksa.
Mereka kemudian dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.