News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

5 Poin Pernyataan Alexander Marwata di DPR, Gagal Berantas Korupsi hingga Bantah Minta Bantuan SYL

Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pimpinan KPK, Alexander Marwata menjalani uji kepatutan dan kelayakan di ruang rapat Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (12/9/2019).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata mengeluarkan pernyataan yang tidak terduga saat rapat kerja bersama dengan Komisi III DPR RI.

Hal tersebut Alexander sampaikan di hadapan Ketua KPK Nawawi Pomolango dan seluruh anggota Komisi III DPR saat rapat kerja di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (1/7/2024).

Alexander diketahui dua periode menjabat sebagai pimpinan KPK.

Bersama Agus Rahardjo, Basaria Pandjaitan, Saut Situmorang dan Laode Syarif, Alexander menuntaskan masa jabatan di periode 2015-2019.

Hingga terpilih kembali di periode 2019 sampai sekarang bersama dengan  Nawawi Pomolango, Johanis Tanak, Nurul Ghufron dan Firli Bahuri yang sudah mengundurkan diri.

Saat rapat bersama dengan Komisi III DPR bekas hakim yang banyak menangani kasus korupsi itu buka-bukaan.

Berikut lima poin pernyataan Alexander Marwata:

1. Ungkap ego sektoral

Alexander menyebutkan salah satu masalah di lembaga antirasuah ialah menyangkut kelembagaan hingga SDM.

"Harus saya sampaikan Bapak Ibu sekalian, tidak berjalan dengan baik (fungsi koordinasi dan supervisi). Ego sektoral masih ada, masih ada. Kalau kami menangkap teman-teman jaksa, misalnya, tiba-tiba dari pihak Kejaksaan menutup pintu koordinasi dan supervisi. Sulit. Mungkin juga dengan kepolisian demikian," katanya.

Dirinya mengaku khawatir jika masih menggunakan aturan atau mekanisme seperti saat ini makan pemberantasan korupsi tak akan berhasil.

"Artinya apa, ya upaya-upaya untuk memberantas korupsi itu tidak dilakukan atau tidak diikuti oleh lembaga-lembaga yang lain. Ini yang kami potret. Tidak ada perubahan mindset kelembagaan maupun secara individual integritas terutama integritas lembaga dan integritas pribadi tidak banyak berubah. Jadi bahkan Boleh saya sampaikan juga beberapa tahun terakhir ada yang menyampaikan kondisinya ini kembali lagi sebelum Reformasi atau parahnya seperti itu orang menjadi tidak takut lagi melakukan korupsi," ujarnya.

Baca juga: Alexander Marwata Akui Gagal Berantas Korupsi Selama 8 Tahun Jadi Pimpinan KPK

2. 8 tahun gagal pimpin KPK

Alex mengaku gagal memberantas korupsi selama 8 tahun terakhir menjadi pimpinan KPK.

Pengakuan tersebut disampaikan Alex sesuai KPK dicecar mengenai kinerjanya yang dipersepsikan semakin merosot oleh publik.

Bahkan, lembaga anti-rasuah berada di bawah DPR, Polri, dan Kejaksaan RI.

"Saya harus mengakui secara pribadi 8 tahun saya di KPK kalau ditanya apakah Pak Alex berhasil? saya tidak akan sungkan sungkan, saya gagal memberantas korupsi bapak ibu sekalian, gagal," kata Alex.

Namun begitu, Alex mengatakan dirinya sudah menjalankan kinerjanya sesuai dengan aturan yang berlaku.

Bahkan selama 8 tahun terakhir, Alex tidak pernah mau diintervensi untuk menghentikan perkara hukum.

"Saya pastikan tidak ada 8 tahun saya di KPK dan tidak pernah sekalipun saya dihubungi untuk menghentikan perkara-perkara tertentu tapi apakah ada intervensi di dalam penanganan perkara," ungkapnya.

3. Sudah mengadu ke Menko Polhukam

Dalam kesempatan itu, Alexander mengatakan dirinya sudah berusaha mengatasi problem kelembagaan ada tiga lembaga penegak hukum yaitu Kepolisian, Jaksa dan KPK bisa dengan baik melakukan dan koordinasi supervisi.

"Berapa waktu yang lalu saya Pak Nawawi, Pak Ghufron dan Pak Rudi serta Pak Didik Deputi Penindakan Deputi Koorsup, ke Kemenkopolhukam, menghadap. Kami bertemu Menkopolhukam Pak Hadi, kami  sampaikan problem koordinasi supervisi. Kita sampaikan ini tidak berjalan dengan baik dan kami memohon Menkopolhukam itu untuk memfasilitasi," ujarnya.

Menurutnya, Menkopolhukam juga mengundang dari pihak Kejaksaan dan kepolisian.

"Jadi kami diundang khusus bicara terkait korupsi, secara periodik, 3 bulan lah atau 4 bulan sekali lah, khusus bicara terkait korupsi dan bagaimana koordinasi supervisi KPK dengan Kejaksaan dan kepolisian, apa kendala2 dalam penanganan korupsi. 3 bulan lalu, tetapi sampai sekarang belum ada tindak lanjutnya, ya mudah2an nanti ke depan sepetti itu mekanismenya," katanya.

"Terus kalau kami yang harus turun mengundang, egosektoral itu masih ada. Lebih pas kalau itu saya pikir dilakukan Menkopolhukam dengan mengundang kejaksaan,polisi dan kami juga diundang khusus bicata korupsi secara periodik. Apa kendala yang dihadapi masing-masing pihak dan lain sebagainya termasuk juga kebijakan ke depan seperti apa dan bisa dibicarakan di forum itu," tambahnya.

4. Singgung peran Dewas

Alexander juga menyinggung dorongan Revisi UU KPK.

"Ya baik-baik saja Pak karena memang di dalam undang-undang KPK masih ada hal-hal yang perlu ditegaskan lagi, tarulah misalnya terkait peran Dewas seperti apa. Sampai sekarang tupoksi Dewas itu ya kami masih, apa ya, di dalam UU seperti apa dan praktiknya seperti apa. Saya melihat orang Dewas sekarang ini bersinggungan dengan peran Inspektorat," katanya.

Menurutnya, Dewas itu sangat detail, dia bisa langsung memerintahkan struktur LKPL hanya dengan pemberitahuan kepemimpinan.

"Jadi kadang saya berseloroh KPK di periode ini dipimpin oleh 10 orang, 5 Pimpinan dan 5 dewas. Karena memang Dewas bisa meminta kepada pejabat-pejabat di KPK tanpa atau hanya sekedar memberitahukan Pemberitahuan ke pimpinan, tidak melalui pimpinan tetapi surat langsung ke masing-masing ke deputi an kemudian pemberitahuan suratnya ke pimpinan," ujarnya.

 5. Bantah tudingan minta bantuan SYL

Alexander Marwata disebut pernah meminta bantuan kepada mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Alex meminta bantuan SYL untuk dibuatkan program Kementerian Pertanian (Kementan) di kampungnya, Klaten, Jawa Tengah.

Hal itu disampaikan oleh eks Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dalam persidangan perkara dugaan pemerasan dan gratifikasi, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (19/6/2024).

Mulanya Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh menelisik ihwal hubungan Kasdi dengan pimpinan KPK. 

Kasdi mengaku tidak memiliki kedekatan dengan pimpinan KPK. 

“Apakah ada berkenalan dengan salah satu komisioner KPK atau pimpinan KPK?” tanya Hakim Pontoh.

“Tidak ada,” jawab Kasdi.

Namun, Kasdi membeberkan bahwa ada komunikasi antara Alexander Martawa dengan SYL. 

Kasdi menyebut dua orang itu berkomunikasi melalui aplikasi pesan singkat.

“Memang ada chatting tapi isinya bukan itu. Ada chatting beliau disampaikan oleh penyidik kepada saya ada di HP Pak Menteri ada chatting,” terang Kasdi.

“Chatting dengan siapa?” tanya hakim memastikan. 

“Antara Pak Menteri dengan salah satu pimpinan KPK,” jawab Kasdi. 

“Siapa namanya?” cecar hakim. 

“Pada waktu itu adalah Pak Alex Marwata,” kata Kasdi.

Kasdi menjelaskan, komunikasi Alex dengan SYL bukan membahas soal kasus di Kementan yang diusut KPK. 

Akan tetapi, Alex meminta agar Kementan memberikan bantuan program untuk desanya di Klaten.

“Di-chattingnya itu kalau saya tidak salah itu ditunjukkan bahwa Pak Alex minta bantuan  untuk kampungnya Klaten untuk didukung programnya Pak Menteri,” tutur Kasdi.

“Kemudan Pak Alex menanyakan juga nomornya Bu Siti Nurbaya [Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan]  itu yang saya tahu dari chatting-nya,” Kasdi menambahkan.

Terkait pernyataan tersebut Alexander membantah.

"Saya diduga meminta pupuk ke Kementerian SYL itu untuk kampung saya. Saya sih ga masalah, saya sampaikan bukan saya," katanya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini