Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy sedang menunggu Keputusan Presiden (Keppres) sebagai dasar hukum menindak pelanggaran yang terjadi dalam seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Pasalnya Muhadjir mendapati banyaknya masalah PPDB yang jelas masuk kategori pelanggaran tapi tak bisa ditindak karena belum ada pijakan hukumnya.
Dirinya sendiri sudah mengusulkan pembentukan Satgas Pengendalian PPDB, di mana di dalamnya melibatkan unsur kejaksaan, kepolisian dan dinas-dinas terkait dari tingkat pusat hingga daerah untuk penegakkan hukum tersebut.
Baca juga: 4.397 Anak Daftar PPDB SMP Negeri di Kota Cilegon: 1.129 Orang tak Lolos
"Saya kemarin sudah melapor kepada bapak presiden, saya sekarang sedang menunggu Keppres-nya. Kalau nanti Keppres sudah turun mudah-mudahan dalam waktu dekat kita bisa menegakkan," kata Muhadjir di Kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Senin (1/7/2024).
"Sekarang belum ada instrumen yang bisa kita gunakan untuk melakukan penindakan karena dari unsur kejaksaan, unsur kepolisian belum terlibat padahal itu kan jelas-jelas pelanggaran," jelas dia.
Ia mengungkap jenis pelanggaran yang terjadi selama proses PPDB diantaranya penggunaan ijazah palsu, pemalsuan kartu keluarga oleh orang tua dengan tujuan agar alamat tempat tinggal siswa tersebut dekat dengan sekolah yang diincar.
Mengingat PPDB jalur zonasi menggunakan ukuran jarak rumah siswa dengan sekolah.
Ketentuan ini diatur dalam Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Nomor 47/M/2023 Tentang Pedoman Pelaksanaan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 Tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK.
"Kemarin saya lihat misalkan ada ijazah palsu dipakai sekolah dari luar negeri, kemudian ada yang pindah alamat pakai kartu keluarga palsu dan seterusnya," kata Muhadjir.
Baca juga: Cegah Kecurangan PPDB Berulang, Menko PMK Usul Pembentukan Satgas
"Itu saya kira itu tidak bisa dibiarkan tetapi juga masing-masing daerah itu semestinya harus segera mempelajari kasusnya, kasus-kasus sebelumnya karena kan akan ada data historis sebetulnya kasus PPDB itu karena tidak semua daerah bermasalah," lanjutnya.