Tak ayal, lanjut Narendrata, peralihan konsumen dari merek global ke merek produk dalam negeri pada kategori ibu dan bayi terlihat paling jelas. Pada sektor ini, produsen global mengalami kemerosotan jumlah produk terjual hingga mencapai angka 18,3 persen.
Dengan kata lain, merek global di kategori ibu dan bayi adalah yang paling keras terdampak akibat dari boikot produk terafiliasi Israel, dibandingkan dengan kategori FMCG lainnya.
“Melihat pantauan terkini melalui sosial media, diperkirakan gerakan boikot masih akan terus berlanjut,” kata Narendrata.
Pada survei kedua, edisi terbaru Edelman’s 2024 Trust Barometer Special Report: Brands and Politics yang dikeluarkan pertengahan Juni 2024, melaporkan hasil survei dari 15.000 konsumen di 15 negara menunjukkan bahwa Indonesia bersama Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) berada di peringkat teratas dalam hal aktivitas boikot terhadap merek-merek global yang terafiliasi Israel.
“Indonesia, negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Satu dari dua warganya menyatakan memboikot terhadap merek-merek yang ada hubungannya dengan Israel,” disebutkan dalam laporan tersebut.
Survei menunjukkan bahwa 72 persen responden di Arab Saudi memboikot merek yang dianggap mendukung Israel dalam genosida terhadap warga sipil Palestina di Gaza. Sedangkan di UEA, angka tersebut mencapai 57 persen.
Hal ini tidak terlepas dari aksi boikot negara-negara Arab dan negara mayoritas Muslim lainnya, seperti Indonesia dan Malaysia, yang telah menggoyahkan banyak perusahaan multinasional yang berpusat di Barat. Akibatnya, merek makanan dan minuman multinasional tersebut mengalami kemerosotan penjualan yang begitu tajam berkat aksi boikot ini. (***Andeska***)
Baca juga: Wakil Sekjen MUI: Gerakan Boikot Global Bantu Perjuangan Rakyat Palestina dan Dukung Produk Nasional