Hakim juga mempertimbangkan posisi Ardian yang merupakan pejabat Eselon I saat peristiwa suap terjadi.
Kemudian dia juga dianggap tidak mendukung program pemerintah untuk memberantas korupsi.
"Terdakwa selaku penyelenggara pejabat eselon I telah merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara tingkat pusat yakni Kementerian Dalam Negeri," ujar Hakim.
Selain pidana badan, Ardian juga dalam perkara ini telah divonis membayar denda Rp 100 juta subsidair tiga bulan penjara dan uang pengganti Rp 2.976.999.000.
Dalam perkara ini, Ardian Novianto dijerat bersama mantan Bupati Muna, Sulawesi Tenggara, La Ode Muhammad Rusman Emba dan mantan Ketua DPC Gerindra Muna, La Ode Gomberto yang sudah terlebih dulu divonis pada berkas terpisah (splitzing).
KPK pernah menyebut bahwa Rusman Emba bersama Gomberto memberikan suap kepada Ardian Novianto untuk memuluskan permohonan pinjaman dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) bagi Kabupaten Muna, Sultra.
Untuk memuluskan persetujuan permohonan ke Kemendagri, Ardian meminta Rp 2,4 miliar dan disanggupi Rusman Emba dalam bentuk valuta asing, yakni Dolar Singapura dan Dolar Amerika Serikat.
Berkat uang pelicin itu, Ardian memparaf draft final surat Menteri Dalam Negeri yang berlanjut pada bubuhan persetujuan tanda tangan dari Menteri Dalam Negeri dengan besaran nilai pinjaman maksimal Rp 401,5 miliar.