"Jadi kita bilang 3.269 ini sebenarnya fiktif yang kita bilang kategori dua, ini medical diagnose yang dibuat tidak benar," imbuhnya.
Temukan Kecurangan
Lebih lanjut, kata Pahala, tim turut menemukan kecurangan layanan kesehatan dengan modus penggelembungan klaim.
Pahala memberikan contoh, rumah sakit memberikan layanan fisioterapi dua kali tapi diklaim 10 kali.
"Misalnya gini ditagihkan 10 kali fisioterapi tapi kalau kita tanya ke orangnya cuma dua kali. Nah ini jenis fraud yang jenis kedua, orangnya ada, terapinya ada tapi digelembungin nilai klaimnya. Itu kita temukan tahun 2018," tutur Pahala.
Penipuan di layanan operasi katarak juga ditemukan KPK, BPJS, dan Kemenkes.
Pahala menyebut, ada temuan rumah sakit yang membuat catatan pemberian operasi katarak kepada warga secara fiktif.
"Kita lihat juga (layanan operasi) katarak di tiga rumah sakit. 39 pasien kita sama, sebenarnya hanya 14 pasien yang patut dioperasi katarak, tapi diklaim lah semua dioperasi katarak."
"Kami cek, kita bilang 'ini dioperasinya satu mata diklaimnya dua mata', kira-kira begitu waktu itu," jelasnya.
Selain itu, tim menemukan jenis penipuan yang dilakukan rumah sakit dengan membuat pasien fiktif untuk diberikan tindakan medis atau dikenal istilah phantom biling.
"Enggak ada apa-apa, pasien enggak ada, terapinya ada tapi dokumennya semua dibikin sedemikian sehingga seakan-akan dia mengklaim untuk orang yang ada dengan terapi segala macam."
"Itu yang kita bilang phantom billing," katanya.
Hasil penelusuran KPK, menemukan adanya tiga rumah sakit yang melakukan phantom billing.
potensi kerugian negara akibat klaim fiktif tersebut mencapai Rp 34 miliar.