Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo, Junaedi Saibih, merespons putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas perkara gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dalam putusannya, MA juga memerintahkan KPK untuk mengembalikan aset rumah keluarga Rafael Alun Trisambodo alias tidak dirampas untuk negara.
Junaedi menyebut bahwa pihaknya belum mendapatkan salinan lengkap putusan MA ini.
Namun, jika mengacu perundangan yang berlaku dan fakta persidangan, seharusnya aset rumah tersebut dikembalikan karena perolehan harta tersebut bukan dari hasil gratifikasi atau pun suap.
Apalagi, lanjut dia, harta Rafael Alun tersebut telah diikutsertakan pengampunan pajak (tax amnesty) dan masuk dalam perlindungan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (UU Tax Amnesty).
"Memang dari awal kita sudah bilang ini harusnya nggak boleh (disita) karena harta itu sudah dilaporkan dalam tax amnesty," kata Junaedi dalam keterangannya, Kamis (25/7/2024).
Baca juga: TERUNGKAP Daftar Eks Pejabat Diduga Kerap Pungli di Rutan KPK: Emirsyah Satar hingga Azis Syamsudin
Adapun barang bukti yang diperintahan dikembalikan meliputi Barang bukti perkara TPPU nomor 434 berupa uang tunai senilai Rp 199.970.000 yang berasal dari pencairan deposito berjangka atas nama Ernie Meike Torondek.
Barang bukti perkara TPPU nomor 436 berupa uang tunai senilai Rp 19.892.905,70 yang berasal dari rekening tabungan atas nama Ernie Meike Torondok.
Barang bukti perkara gratifikasi nomor 552/perkara TPPU nomor 412 berupa satu bidang tanah berikut bangunan rumah yang berdiri di atasnya di Jalan Simprug Golf, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, dengan luas 766 meter persegi atas nama Ernie Meike.
Dia melanjutkan, beradasarkan aturan dalam UU Tax Amnesty, harusnya pengembalian harta yang sempat disita pihak KPK juga berlaku untuk sisa harta lainnya.
Karena menurutnya, sesuai dengan pasal 20 UU Tax Amnesty, data dan informasi yang bersumber dari surat pernyataan dan lampiran yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan UU Tax Amnesty tidak dapat dijadikan dasar penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan pidana.
"Itu dijamin dalam UU, jadi kalau ada yang bertanya apakah itu akan jadi bahan penuntutan? Maka, itu jadinya bertentangan dengan asas hukuman pidana. Jadi mungkin hakim sudah melihat itu (aturan tax amnesty)," katanya.
"Cuma akan lebih setuju lagi jika seluruh aset yang diikutsertakan program Tax Amnesty bisa dikembalikan karena itu hak masyarakat menurut undang-undang negara seharusnya menjamin itu, bisa dilihat untuk seluruh yang kami dalilkan. Jadi, apa yang sudah diputuskan oleh Mahkamah Agung saya setuju, tapi saya akan sangat lebih setuju kalau selebihnya apa yang kami dalilkan juga diterima," sambung dia.
Selain itu, Junaedi mengataka bahwa penerimaan uang oleh Rafael Alun dari wajib pajak melalui PT ARME, PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar, dan PT Krisna Bali International Cargo tidak terbukti.
Adapun nominal rupiah yang dituduhkan sebagai gratifikasi yang diterima Rafael dari PT Arme, menurut Junaedi keliru karena angka itu merupakan penghasilan kotor perusahaan sebelum dipotong gaji karyawan dan biaya operasional lainnya.
Belum lagi, ditegaskan Junaedi, Rafael bukan merupakan pemegang saham pengendali seperti yang dituduhkan dalam persidangan.
"Enggak mungkin dong masa perusahaan semuanya lalu itu dilimpahkan menjadi kesalahannya Pak Alun. Karena selain pak Alun ada pemegang saham lain dan kontrol keuangan itu bukan di pak Alun" jelas dia.
Juanedi berharap para penegak hukum bisa lebih jeli dalam menghadirkan barang bukti.
"Belajar bagaimana caranya menghadirkan bukti yang benar," pungkasnya.
MA Tolak Kasasi Jaksa KPK untuk Vonis Rafael Alun
Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan oleh jaksa KPK atas terdakwa Rafael Alun Trisambodo.
Hal tersebut sebagaimana Putusan MA Nomor 4101 K/Pid.Sus/2024 terkait kasasi kasus korupsi yang melibatkan mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu itu.
"Amar putusan, penuntut umum tolak, terdakwa tolak dengan perbaikan status barang bukti," demikian dikutip dari laman resmi MA, pada Rabu (24/7/2024).
Adapun perkara kasasi ini diputus oleh hakim ketua Dwiarso Budi Santiarto, serta dua anggotanya, Arizon Mega Jaya dan Noor Edi Yono. Sidang putusan perkara ini digelar, pada 16 Juli 2024.
Dalam putusan, majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut umum KPK untuk mengembalikan sejumlah barang bukti yang disita, di antaranya:
1. Barang bukti perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) Nomor 434, berupa uang tunai senilai Rp 199.970.000 yang berasal dari pencairan deposito berjangka atas nama Ernie Meike Torondek, yang merupakan istri terdakwa Rafael Alun.
2. Barang bukti perkara TPPU nomor 436, berupa uang tunai senilai Rp 19.892.905,70. Uang tersebut berasal dari rekening tabungan atas nama Ernie Meike Torondok.
3. Barang bukti perkara gratifikasi Nomor 552/perkara TPPU Nomor 412 berupa satu bidang tanah beserta bangunan rumah yang berdiri di atasnya di Jalan Simprug Golf, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, dengan luas 766 meter persegi atas nama Ernie Meike Torondok.
Dengan demikian, majelis hakim kasasi MA menguatkan Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta yang tetap menjatuhkan vonis pidana 14 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan terhadap Rafael Alun.
Ayah Mario Dandy itu juga dihukum dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sejumlah Rp 10.079.095.519 subsider tiga tahun penjara.
Kasus tersebut diadili oleh hakim ketua majelis Tjokorda Rai Suamba, Tony Pribadi dan Erwan Munawar selaku hakim-hakim tinggi Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, serta Margareta Yulie Bartin Setyaningsih dan Gatut Sulistyo selaku hakim-hakim Ad Hoc Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Panitera Pengganti Effendi P Tampubolon.
Baca juga: Komisi III DPR Desak Kejagung dan Kementerian BUMN Usut Dugaan Proyek Fiktif PT Inka di Kongo
Putusan diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum pada Kamis, 7 Maret 2024.