Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah, Azrul Tanjung menilai kebijakan pemberian izin pengelolaan tambang kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan sebagai bentuk niat baik pemerintah atau negara.
Adapun pemberian izin pengelolaan tambang itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Baca juga: Muhammadiyah Sebut Keputusan Pleno Beri Lampu Kuning Menuju Hijau Bagi Izin Tambang Ormas
“Kita beranggapan ini niat baik negara atau niat baik pemerintah yang memberikan kepada ormas konsesi khusus,” kata Azrul saat ditemui di Kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Jumat (26/7/2024).
Namun ia mengkritisi mengapa pemberian izin tersebut hanya terbatas pada 6 titik saja. Hal ini yang membuat PP Muhammadiyah alami dilema apakah lokasi-lokasi yang ditentukan tersebut masih memiliki sumber daya atau justru sudah habis dikeruk.
Baca juga: Muhammadiyah Kaji 4 Aspek Sikapi Izin Tambang Ormas Keagamaan
“Tapi kita kan nggak bisa memilih konsesi khusus, ini yang juga menjadi dilema ya, jangan-jangan yang diberikan itu sudah tidak ada batu baranya,” ungkap Azrul.
Sikap PP Muhammadiyah berdasarkan keputusan pleno, saat ini masih dalam lampu kuning menuju hijau. Mereka akan menerima konsesi tersebut jika lokasi yang diberikan pemerintah memenuhi kriteria.
Salah satunya, apakah titik konsesi itu memiliki kemaslahatan bagi organisasi, negara dan masyarakat sekitar.
Azrul berharap pemerintah dalam kurun akhir pekan ini bisa mengumumkan kepada PP Muhammadiyah, titik mana yang akan diberikan untuk dikelola. PP Muhammadiyah pun lanjut Azrul, tidak dalam posisi meminta.
“Kita akan menerima kalau a, b, c tadi terpenuhi. Kalau Anda saja dikasih tambang, nggak usah jauh-jauh, kalau dikasih baju tapi bajunya robek mau diterima nggak? Enggak kan, sama kondisi ini,” jelasnya.
PP Muhammadiyah Kaji 4 Aspek
Setidaknya PP Muhammadiyah melakukan kajian mendalam terkait 4 aspek, yakni aspek hukum, ekonomi, sosial dan lingkungan.
Aspek hukum menjadi aspek paling utama yang dikaji. Dalam kajian ini, PP Muhammadiyah melihat apakah lahan yang diberikan untuk dikelola itu benar-benar jelas dan bebas dari masalah hukum. Termasuk soal bagaimana posisi masyarakat yang berada di sekitar lahan tersebut.
Dalam mengkaji aspek hukum ini, PP Muhammadiyah bukan hanya mendengar dari sisi internal, tapi juga melibatkan para pakar atau mereka yang expert di bidangnya.
Baca juga: Muhammadiyah Sebut Keputusan Pleno Beri Lampu Kuning Menuju Hijau Bagi Izin Tambang Ormas
Kemudian kajian dari sisi aspek ekonomi, yakni bagaimana manfaat dari pemberian izin tambang tersebut, apakah bermanfaat bagi organisasi dan negara, serta masyarakat sekitar atau tidak.
Lalu aspek terpenting yang dikaji adalah aspek sosial. Sebab kata Azrul, PP Muhammadiyah tidak menutup mata bahwa selama ini banyak tambang yang menyisakan masalah bagi masyarakat sekitar.
Sehingga jika PP Muhammadiyah menerima kebijakan izin untuk mengelola tambang, maka mereka akan melihat wilayah mana yang diberikan dan apa dampak sosial bagi masyarakat jika pertambangan itu berjalan.
Aspek terakhir yang dikaji ialah aspek lingkungan. Ia berkaca dari 2 ribu lubang tambang di Bangka Belitung, banyak pengelola yang sampai sekarang membiarkan lubang-lubang tersebut terbuka, dan tidak pernah melakukan reklamasi.
“Tentu PP Muhammadiyah tidak sembarangan, tidak sembrono menerima atau menolak tambang itu,” ungkap dia.