Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan sudah menerima berkas perkara kasus Gregorius Ronald Tannur, anak anggota DPR RI Edward Tannur terkait pembunuhan terhadap Dini Sera Afrianti.
Salinan putusan telah diterima Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya dari Pengadilan Negeri Surabaya pada Rabu (31/8/2024).
"Dapat kami sampaikan, kemarin sore Kejari Surabaya sudah menerima salinan putusan dari Pengadilan Negeri Surabaya," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar saat ditemui di sela-sela acara Launching Blueprint Transformasi Penuntutan Menuju Indonesia Emas 2045 di Hotel The Westin Kuningan, Jakarta pada Kamis (1/8/2024).
Dengan diterimanya salinan putusan itu, maka jaksa penuntut umum memiliki waktu maksimal 14 hari untuk mengajukan kasasi.
Kasasi akan diajukan mengingat Gregorius Tannur divonis bebas.
Padahal jaksa menuntutnya hukuman 12 tahun penjara.
Baca juga: Kejaksaan akan Ajukan Cekal Gregorius Tannur, Menkumham: Langsung Saja!
"Berdasarkan hukum acara yang berlaku, jaksa penuntut umum diberi waktu 14 hari untuk menyatakan kasasi dalam perkara ini," kata Harli.
Memori kasasi pun sedang disusun oleh tim penuntut umum pada Kejari Surabaya dengan supervisi dari Kejati Jawa Timur.
Untuk menyusun memori kasasi tersebut, jaksa perlu melakukan inventarisasi fakta-fakta persidangan hingga menelaah kembali berkas perkara.
"Sekarang jaksa penuntut umum dan tim yang dibentuk di Kejaksaan Negeri Surabaya dan tentu disupervisi dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur sedang menyusun suatu draf tentang memori kasasi," kata Harli.
Sebelumnya Majelis hakim PN Surabaya dalam amar putusannya menyatakan Gregorius Ronald Tannur dianggap tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan maupun penganiayaan yang menyebabkan tewasnya Dini.
Ronald juga dianggap masih berupaya melakukan pertolongan terhadap korban di saat masa-masa kritis dibuktikan dengan upaya Ronald membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
Untuk itu Ronald dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP Atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP.
Baca juga: LPSK Buka Suara usai Hakim Disebut Keberatan Pihaknya Jelaskan Restitusi di Sidang Ronald Tannur
Majelis hakim kemudian membebaskan Ronald dari segala dakwaan jaksa penuntut umum di atas dalam sidang pada Rabu (24/7/2024).
Vonis tersebut menuai kecaman baik dari masyarakat maupun anggota DPR.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menilai vonis bebas yang dijatuhkan pada Ronald adalah hal aneh.
Sebab, hakim justru menyatakan korban meninggal karena alkohol, padahal aksi penganiayaan Ronald merupakan fakta pidana yang terjadi.
"Jelas ini fakta yang perkara pidananya mutlak, kan aneh kalau hakim menyatakan cuman gara-gara penyebab sah yang bersangkutan meninggal karena alkohol," ujar Sahroni.
Karena itu ia menilai hakim yang memvonis bebas Ronald Tannur adalah orang-orang sakit.
Sahroni bahkan curiga para hakim tidak memiliki TV dan HP yang memadai untuk melihat bukti CCTV kejadian.
"Itu yang sampai hari ini saya bilang tiga hakim yang memutuskan vonis bebas, mereka sakit semua," tegas Sahroni.
Baca juga: Hima Persis Dukung Sikap Wakil Ketua DPR Terkait Putusan Bebas Ronald Tannur
Lebih lanjut, Sahroni mengaku ia dan rekan-rekannya di Komisi III DPR RI malu karena vonis yang dijatuhkan jauh dari temuan forensik.
Karena itu ia mendesak Mahkamah Agung (MA) untuk memeriksa tiga hakim yang memvonis bebas Ronald Tannur.
Ketiga hakim itu adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
"Malu kami di Komisi III mendengarnya. Maka jelas, diduga kuat semua hakimnya ‘bermain’, terlihat dari putusannya yang tidak berdasar, jauh dari temuan forensik," ujar Sahroni.
"Jadi, kami minta Jaksa Agung ajukan kasasi. MA juga periksa itu ketiga hakimnya dan proses seadil-adilnya. Enggak bener semua itu," ujar dia.
Kronologi Kejadian
Kasus penganiayaan yang menyebabkan Dini tewas, berawal ketika Ronald dan Dini makan malam di kawasan Lakarsantri, Surabaya, Selasa (3/10/2023), sekitar pukul 18.30 WIB.
Setelah itu keduanya pergi ke tempat karaoke di sekitar Jalan Mayjen Jonosewojo, setelah dihubungi oleh rekannya.
Mereka tiba pukul 21.00 WIB dan bergabung dengan tujuh rekannya untuk karaoke dan minum minuman keras.
Pada Rabu (4/10/2023) sekitar pukul 00.30 WIB, Ronald dan kekasihnya terlibat cekcok dan sempat disaksikan oleh petugas yang ada di lokasi kejadian.
"(Ronald) menendang kaki kanan hingga korban terjatuh sampai posisi duduk."
"Lalu GRT (Ronald Tannur) memukul kepala korban dengan menggunakan botol minuman keras," kata Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Pasma Royce, saat memberikan keterangan, Jumat (6/10/2023), dikutip dari Surya.co.id.
Baca juga: Buntut Vonis Bebas Ronald Tannur, Pihak Dini Afriyanti Laporkan Tiga Hakim PN Surabaya ke Bawas MA
Penganiayaan itu menyebabkan Dini tidak sadarkan diri hingga membuat Ronald Tannur panik.
Ia juga sempat memberikan napas buatan, namun Dini tak merespons.
Ronald Tannur kemudian membawa Dini ke Rumah Sakit (RS) National Hospital Surabaya, namun korban dinyatakan sudah meninggal dunia.
Sementara itu, terkait motif, Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Hendro Sukmono, mengatakan didasari sakit hati pelaku terhadap korban.
Selain itu, Ronald Tannur yang berada di bawah pengaruh alkohol, juga menjadi penyebab penganiayaan terjadi.
"Motifnya sakit hati. Kemudian karena terkontaminasi alkohol," ujar Hendro, Kamis (12/10/2023).
Atas perbuatannya, Ronald Tannur yang merupakan anak anggota DPR RI, Edward Tannur, dituntut 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) PN Surabaya.
Namun, Majelis Hakim justru menjatuhkan vonis bebas pada Ronald Tannur.