"Dari Polda," kata Syahmadi.
Selain itu, dari pihak Kepolisian pula terdapat Wakil Dirreskrimsus Polda Kepulauan Bangka Belitung.
"Dari Polda seingat saya ada dua. Satunya lagi wakil direktur," katanya.
Atas fakta yang terungkap di persidangan itu, jaksa penuntut memilih untuk tidak menindak lanjutinya.
Mukti yang namanya disebut-sebut, takkan dihadirkan jaksa penuntut umum ke persidangan.
Alasannya, Mukti Juharsa tidak pernah diperiksa pada tahap penyidikan perkara Harvey Moeis.
"Di berkas perkara tidak ada BAP (berita acara pemeriksaan) dan kemudian tidak kita pakai," kata jaksa Ardito Muwardi, ketua tim penuntutan dalam perkara ini saat ditemui awak media usai persidangan.
"Karena di berkas perkara tidak ada, ya kita kemungkinan besar tidak akan kita panggil," katanya lagi.
Meski begitu, fakta persidangan kali ini, termasuk soal jenderal polisi menjadi admin grup Whatsapp, tetap dipertimbangkan tim jaksa penuntut umum untuk menyusun tuntutan terhadap Harvey Moeis.
"Iya jadi bahan pertimbangan," ujarnya.
Menurut jaksa penuntut umum, dalam hal ini Mukti sebagai perwakilan Polda Bangka Belitung saat itu membuat grup Whatsapp sekadar untuk mengimbau para smelter swasta.
"Polri tadi menurut keterangan saksi hanya membentuk grup WA untuk mengimbau agar para smelter-smelter swasta memberikan kuota (ekspor)nya kepada PT Timah," kata jaksa Ardito.
Sebagai informasi, terdakwa yang disidangkan kali ini, yakni Harvey Moeis secara garis besar dijerat ke dalam perkara ini atas perbuatannya mengkoordinir uang pengamanan penambangan timah ilegal.
Atas perbuatannya, dia dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP terkait dugaan korupsi.
Selain itu, dia juga didakwa tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait perbuatannya menyamarkan hasil tindak pidana korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.