Di mana, pemanggilan bertujuan untuk mengusut kasus korupsi di perusahaan pelat merah tersebut.
"Semua pihak yang dibutuhkan keterangannya untuk mengklarifikasi alat bukti itu tentu akan dipanggil oleh penyidik," kata Tessa.
Pada kesempatan ini Tessa juga mengungkapkan bahwa PT ASDP Indonesia Ferry mengakuisisi PT Jembatan Nusantara meski masih memiliki utang Rp600 miliar. Akibat akuisisi itu, utang PT Jembatan Nusantara beralih ke ASDP.
Sayangnya, Tessa saat ini belum mau menjelaskan secara detail persoalan utang tersebut. Selain utang, akuisisi juga sekaligus mengambil alih 53 kapal bekas PT Jembatan Nusantara yang sudah berumur lebih dari 30 tahun.
"Jadi akuisisi PT Jembatan Nusantara ini juga mengambil alih hutang dengan nilai kurang lebih 600 miliar," ucap Tessa.
Dalam prosesnya, penyidik KPK telah melakukan upaya paksa penyitaan sejumlah mobil yang terkait dengan perkara dimaksud. Penyidik telah memeriksa sejumlah saksi dalam proses pendalaman dan pengusutan kasus ini.
Di antaranya mulai dari memanggil Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi hingga memeriksa Youlman Jamal selaku Direktur Utama PT Jembatan Nusantara 2019–2022.
Penyidik KPK pada pemeriksaan itu mendalami soal kronologi terjadinya proses KSU dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Tahun 2019–2022.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur sebelumnya menyebut pihaknya menduga masalah akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry terjadi saat prosesnya berjalan. Salah satunya terkait sejumlah kapal dari PT Jembatan Nusantara yang masuk aset akuisisi.
Asep menyebut kondisi kapal dari PT Jembatan Nusantara tidak baru.
Selain itu, Asep juga menyebut ada dugaan kapal milik PT Jembatan Nusantara tidak sesuai secara spesifikasi. Terdapat 53 kapal PT Jembatan Nusantara yang termasuk dalam aset yang diakuisisi.
"Ini mulai terjadi kesalahannya itu adalah ketika prosesnya. Jadi barang-barang yang dibeli dari PT JN itu juga kondisinya bukan baru-baru," ungkap Asep Guntur kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (15/8/2024).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, akuisisi berjalan tak semestinya. Pasalnya, akuisisi itu dikabarkan tak ada dasar hukumnya serta melanggar aturan.
Selain itu akuisisi itu disebut-sebut terbilang mahal lantaran diduga terjadi kongkalikong dalam penentuan nilai valuasi. Dikabarkan nilai sejumlah aset objek yang diakuisisi tak relevan. KPK menduga potensi kerugian negara akibat kasus korupsi tersebut, yakni Rp1,27 triliun.