News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Aturan Baru Mengancam, Petani Minta Kementan Lindungi Keberlangsungan Cengkeh dan Tembakau

Penulis: Arif Tio Buqi Abdulah
Editor: Endra Kurniawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Talkshow Perkebunan Expo “Bunex”, di ICE BSD, Tangerang Selatan, Kamis (12/9). Sekjen DPN APTI dan Sekjen APCI telah menyerahkan surat kepada Kementan agar melindungi keberlangsungan tembakau dan cengkeh di tengah regulasi baru yang mengancam mereka.

"Kami, berharap pemerintah dapat menghentikan segala proses aturan turunan PP ini dan meninjau ulang pasal-pasal Pengamanan Zat Adiktif di PP. No 28 Tahun 2024, hingga masukan petani diakomodir," ujarnya.

Untuk diketahui, saat Indonesia memiliki perkebunan tembakau seluas 191,8 ribu hektare (ha) pada 2023. Luasnya berkurang sekitar 4,38 persen atau 8,8 ribu ha dari 2021 yang sempat mencapai 200,6 ribu ha.

Sepanjang 2023, hanya ada 15 provinsi yang memiliki perkebunan tembakau. Adapun Jawa Timur menjadi provinsi dengan perkebunan tembakau terluas se-Indonesia, yakni 90,6 ribu ha.

Proporsinya setara 47,23 persen dari total luas perkebunan nasional. Berikutnya ada Jawa Tengah yang memiliki perkebunan tembakau seluas 50 ribu ha. Diikuti NTB dan Jawa Tengah yang masing-masing memiliki 34,3 ribu ha dan 8 ribu ha.

Baca juga: Kemenkes Kebut Sahkan RPMK, AMTI: Pemangku Kepentingan Tembakau Tak Dianggap

Senada, I Ketut Budhyman Mudara, Sekjen APCI mengatakan keberadaan PP.No 28 Tahun 2024 dan upaya perampungan RPMK nya jelas mengancam posisi Indonesia yang selama ini dikenal sebagai negara eksportir cengkeh terbesar di dunia.

Indonesia mencatat rata-rata volume ekspor tahun 2017-2021 sebesar 24,45 ribu ton atau memberikan kontribusi sebesar 32,18 persen total volume ekspor cengkeh dunia.

"Seluruh hasil produktivitas 1,5 juta petani cengkeh di Indonesia diserap 97 persen-nya untuk industri rokok kretek. Dan, harus diingat pula, bahwa tanaman cengkeh di Indonesia lebih kurang 97 persen diusahakan oleh rakyat dalam bentuk perkebunan rakyat yang tersebar di seluruh provinsi. Efek dari keberadaan aturan yang tidak adil ini sangat besar bagi nasib petani cengkeh ke depannya," seru Budhyman.

Pria asal Bali ini berharap pemerintah dapat benar-benar memproteksi tembakau dan cengkeh sebagai komoditas dwi tunggal yang diserap dalam industri hasil tembakau.

Apalagi mengingat kontribusinya signifikan bagi penerimaan negara serta memiliki dampak berganda bagi perekonomian nasional dan daerah.

"Menanam cengkeh dan tembakau bukan sekadar soal urusan ekonomi. Para petani di berbagai daerah ini sedang berjuang mempertahankan keberlangsungan tanaman yang telah menjadi warisan, budaya dan sumber mata pencaharian utama mereka," tambahnya.

Sebelumnya, APTI dan APCI berulang kali menyuarakan aspirasinya kepada pemerintah untuk menolak aturan kemasan rokok polos tanpa merek hingga pasal-pasal tembakau yang bermasalah dalam PP No. 28 Tahun 2024.

APTI dan APCI juga turut menandatangani pernyataan bersama dengan 20 asosiasi industri hasil tembakau lainnya untuk menolak ketentuan standardisasi berupa kemasan polos dengan menghilangkan identitas merek produk tembakau dalam RPMK yang akan segera disahkan oleh Kementerian Kesehatan RI dalam waktu dekat.

Sepanjang proses perumusan aturan tembakau yang berdampak luar biasa, APTI dan APCI sangat prihatin pada minimnya keterlibatan petani Indonesia. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini