Pemikiran itu muncul karena tema yang dinarasikan pihak Anggiat adalah aksi unjuk rasa bertema 'demokrasi'.
"Saya sampaikan ke dia (kelima kader PDIP), kenapa sih kamu bisa ikut? 'Bu, kita pikir kemarin tuh ada demo yang di Senayan. Saya pikir itu mau melakukan lagi. Jadi bahasanya Pak Anggiat itu untuk demokrasi katanya. 'Jadi saya ikut', gitu," jelasnya.
Karena sepakat dengan demokrasi, Jairi,dkk bersedia memberi dukungan. Ketika diberikan kertas putih kosong untuk tanda tangan, mereka bersedia saja. Mereka tak tahu bahwa kertas putih kosong itu belakangan dijadikan sebagai surat kuasa gugatan.
“Betul (kami tidak tahu kertas kosong itu akan digunakan untuk surat kuasa menggugat SKK DPP PDIP periode 2024-2025). Jadi kertas kosong itu kami tandatangani, tidak ada arahan atau penjelasan kepada kami. Cuma kami dimintakan tanda tangan saja,” urai Jairi.
“Alasan yang diberikan pihak mereka kepada kami, yang saya tanyakan, katanya otu untuk dukungan demokrasi. Cuma itu saja yang disampaikan kepada kami. Dalam hal ini yang menyampaikan itu namanya Bapak Anggiat M Manalu,” tambah Jairi.
Baca juga: Aria Bima Nilai Gugatan Terhadap SK Perpanjangan Kepengurusan PDIP Cenderung Politis
Jairi dan keempat rekannya sudah membuat pernyataan pencabutan surat gugatan. Mereka juga akan segera mengajukan pencabutan surat kuasa gugatan tersebut ke pengadilan.
Dalam waktu secepatnya, mereka akan ke Pengadilan Tata Usaha Negara untuk melakukannya. Meski demikian, Vrieda memastikan kelima kader itu akan tetap dijatuhi sanksi. Namun, skala sanksi yang diberikan masih akan didiskusikan bersama para pengurus DPC PDIP Jakarta Barat.
Vrieda tidak menjelaskan jenis pelanggaran apa dalam AD/ART PDIP sehingga kelima kader itu layak diberikan sanksi.
"Nanti baru kami rapatkan. Ini kami masih sedang rapatkan. Ya, pasti kena sanksi, pasti. Pasti. Ya, pasti kan ada kesalahan yang memang disengaja maupun tidak disengaja kan pasti kita kenakan sanksi," ucapnya.
Geruduk Kantor Anggiat
Vrieda mengatakan, kelima kader PDIP itu telah mencabut gugatannya di PTUN Jakarta dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Namun, lanjut Vrieda, pihaknya punya hitung-hitungan sendiri untuk Anggiat BM Manalu.
Pihaknya berencana menggeruduk kantor milik Anggiat untuk menanyakan langsung mengenai latar belakang pengajuan gugatannya yang dibalut manipulasi sekaligus mengungkap siapa pihak yang berada di belakang Anggiat dalam gerakan yang diduga ingin mengganggu PDIP ini.
"Kita mau ke sana, rencana entar siang ke kantornya. Pertama, kita mau cari tahu si Pak Anggiat ini itu motifnya apa sih? Kedua, di belakang kamu itu siapa, gitu lho? Kita lagi mau cari, makanya kita mau buat laporan," tandasnya.
Ia menyayangkan dugaan penjebakan yang dilakukan terhadap kelima kader PDIP itu. Menurut Vrieda, kelima kader PDIP itu berperilaku baik di masyarakat dan seorang di antaranya buta huruf.
"Ada yang itu yang satu lagi tuh namanya siapa tuh, namanya Manto, itu buta huruf, enggak bisa nulis, enggak bisa baca. Pak Manto hanya bisa tulis nama dan tanda tangan," tuturnya.