TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintahan Prabowo-Gibran akan mendorong hilirisasi nikel berkelanjutan sebagai upaya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen.
Ini karena Indonesia merupakan produsen terbesar sekaligus pemilik cadangan utama nikel dunia.
Wakil Ketua Tim TKN Prabowo-Gibran yang juga Wakil Ketua Komisi Energi DPR RI Eddy Soeparno mengungkapkan, dari total 130 juta ton cadangan nikel dunia, sebanyak 55 juta ton atau setara 42 persennya tersimpan di Indonesia.
Secara perhitungan ekonomi, ekspor nikel pada 2023, Indonesia mendapat Rp 106,59 triliun.
“Hilirisasi nikel secara berkelanjutan jadi salah satu fokus utama mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen. Tantangannya, bagaimana memastikan pemerintah Indonesia ke depannya melaksanakan hilirisasi nikel secara berkelanjutan,” ucap Eddy Soeparno dalam keterangannya, Senin (30/9/2024).
Seiring dengan larangan ekspor nikel mentah sejak 1 Januari 2020, industri pengolahan hasil tambang atau smelter nikel bermunculan di Indonesia.
Tim Prabowo-Gibran juga mengklaim bahwa peningkatan kapasitas smelter berdampak signifikan bagi peningkatan produksi dan pasokan nikel Indonesia di pasar global.
Baca juga: Ditopang Penjualan Nikel untuk Kendaraan Listrik, Total Aset BUMN Tambang Ini Meroket
Pada 2023, pasokan nikel Indonesia membanjiri 55 persen pasokan global dan diperkirakan naik menjadi 64 persen sepanjang 2024.
Berdasarkan riset Katadata Insight Center, dalam 5-10 tahun ke depan, pasokan nikel dari Indonesia diperkirakan akan terus meningkat dan mendominasi. Menurut
Menurut Eddy, hilirisasi mineral, terutama nikel, bukan hanya strategis untuk meningkatkan nilai tambah, melainkan juga menjadi motor penggerak transisi energi melalui ekosistem kendaraan listrik.
“Indonesia berpotensi besar untuk memimpin pasar global hilirisasi nikel, termasuk baterai untuk kendaraan listrik. Ini sejalan dengan kebutuhan dunia terhadap kendaraan listrik,” ucap Eddy.
Namun, Indonesia menghadapi tantangan dalam memastikan proses hilirisasi nikel dan transisi energi agar tidak hanya fokus pada aspek ekonomi, tetapi juga memperhatikan prinsip-prinsip ESG (Environmental, Social, Governance).
Terutama dalam hal penggunaan energi yang ramah lingkungan, seperti pengurangan ketergantungan pada pembangkit listrik tenaga batu bara.
Chief Content Officer & Co-Founder Katadata Heri Susanto, memaparkan hasil riset KIC bahwa lonjakan smelter diikuti pembangunan PLTU yang mengutamakan energi dari PLTU Captive sebanyak 14,5 GW.
Baca juga: Pengembangan Pertanian Berkelanjutan Dinilai Penting Dilakukan di Sekitar Kawasan Industri Nikel