"Misalnya Kasus KM50 kan, dan itu didesakkan oleh Pak amin Rais dan sebagainya supaya itu ditetapkan pelanggaran HAM berat. Saya bilang, ya bilang dong Komnas HAM. Kalau Komnas HAM bilang begitu, kita laksanakan," ujar dia.
Ia pun mencontohkan Kasus Kanjuruhan yang telah menewaskan ratusan orang.
Kata dia, saat itu ada desakan kepada pemerintah untuk menyatakan tragedi itu sebagai pelanggaran HAM berat.
"Saya bilang, Komnas HAM tidak bilang begitu. Itu kejahatan," ungkapnya.
"Beda antara Pelanggaran HAM berat dan kejahatan. Kejahatan berat, korbannya bisa 200 orang, Pelanggaran HAM berat itu bisa dua orang, bisa. Karena yang ditentukan itu subjek pelakunya dan korbannya Serta bukti-buktinya," sambung dia.
Mahfud pun punya pandangan sendiri terhadap masalah dari polemik yang muncul terkait pernyataan Yusril terhadap kasus pelanggaran HAM berat.
"Mungkin Pak Yusril agak masuk akal, ketika berpikir selama ini, pelanggaran HAM berat tidak pernah bisa dibuktikan. Nah itu saja masalahnya," ungkapnya.
"Oleh sebab itu, kalau waktu tidak menutup kasus itu. Tetapi ya sudah, sudah ditetapkan oleh Komnas HAM, diakui saja, tapi kita tidak pernah minta maaf kepada siapapun. Bahwa itu kan kesalahan pemerintah yang dulu-dulu yang sudah ditindak," pungkas dia.
Diberitakan sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa peristiwa 1998 bukan termasuk pelanggaran HAM berat.
Hal itu disampaikan Yusril di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin (21/10/2024).
"Enggak (pelanggaran HAM berat)," ujar dia.
Yusril mengatakan setiap tindak pidana merupakan pelanggaran HAM.
Namun menurutnya tidak semua pelanggaran HAM tergolong berat.
Menurut Yusril pelanggaran HAM berat tidak terjadi dalam beberapa tahun terkahir ini di Indonesia.