News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Anak Legislator Bunuh Pacar

Profil Dwiarso Budi Santiarto Ketua Tim Periksa Majelis Kasasi Ronald Tannur yang Pernah Adili Ahok

Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Kamar Pengawasan Mahkamah Agung (MA) H. Dwiarso Budi Santiarto, S.H., M.Hum.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) membentuk tim pemeriksa untuk melakukan klarifikasi kepada Majelis Hakim Kasasi perkara Gregorius Ronald Tannur.

"Pimpinan Mahkamah Agung secara kolektif kolegial telah memutuskan membentuk tim pemeriksa yang bertugas untuk melakukan klarifikasi kepada Majelis Hakim Kasasi perkara Gregorius Ronald Tannur," kata Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Hakim Agung Yanto dalam konferensi pers, Senin (28/10/2024).

"Kepada masyarakat untuk memberi kepercayaan dan waktu kepada tim Untuk melakukan tugas tersebut Selanjutnya menunggu hasil klarifikasi yang digalakkan oleh tim tersebut," tambahnya.

Adapun tim pemeriksa tersebut terdiri dari Dwiarso Budi Santiarto, Jupriyadi, dan Noor Edi Yono.

Berikut profil Dwiarso Budi Santiarto:

Berdasarkan penelusuran Tribunnews.com, Dwiarso Budi Santiarto lahir pada 14 Maret 1962.

Artinya, saat ini ia berusia 62 tahun.

Dikutip dari Kompas.com, Dwiarso lulusan S2 Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Dalam situs resmi Mahkamah Agung (MA), Dwiarso Budi Santiarto tercatat sebagai Hakim Agung.

Adapun selama menjadi hakim, kasus kontroversial yang pernah ditanganinya, satu di antaranya kasus penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama.

Dwiarso menjadi Hakim Ketua dalam kasus tersebut.

Saat itu, ia juga selaku Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara.

Dalam kasus penistaan agama, Ahok divonis dua tahun penjara, hukumannya lebih berat dari yang dituntut oleh Jaksa.

Sejak saat itu, Dwiarso Budi Santiarto mulai dikenal.

Beberapa saat setelah menjatuhkan vonis untuk Ahok, bekas Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara itu dipromosikan menjadi Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Denpasar, Bali.

Hingga kini Hakim Agung Dwiarso didapuk menjadi Hakim Tinggi dan Kepala Badan Pengawas MA.

Mahkamah Agung (MA) RI melantik Hakim Dwiarso Budi Santiarto sebagai Ketua Muda Pengawasan MA. (Tangkapan layar)

Hakim Dwiarso kemudian mengikuti seleksi Hakim Agung dan dinyatakan lolos pada tahun 2021.

Kala itu, Dwiarso Budi Santiarto menjadi satu di antara 24 hakim yang mengikuti seleksi calon Hakim Agung yang diselenggarakan Komisi Yudisial (KY).

Dwiarso kemudian dilantik menjadi Ketua Muda Pengawasan MA sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61/P Tahun 2023 tentang Pengangkatan Ketua Muda Pengawasan Mahkamah Agung.

Alumnus Universitas Airlangga dan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menggantikan posisi Zahrul Rabain yang memasuki masa pensiun.

Dengan jabatan tersebut, Hakim Agung Dwiarso akan mengawasi perilaku ribuan hakim di seluruh Indonesia.

Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung RI menetapkan eks pejabat tinggi Mahkamah Agung yakni Zarof Ricar alias ZR sebagai tersangka pemfukatan suap pada tingkat kasasi terdakwa Ronald Tannur.

Adapun Zarof diduga melakukan pemufakatan jahat dengan pengacara Ronald yakni Lisa Rahmat (LR) untuk memuluskan pengajuan kasasi kliennya di MA terkait perkara penganiayaan.

"Setelah dilakukan pemeriksaan Jumat 25 Oktober 2024 Jaksa penyidik pada Jampidsus menetapkan dua tersangka karena ditemukan bukti permulaan yang cukup adanya tindak pidana korupsi yaitu pertama ZR selaku mantan pejabat tinggi Mahkamah Agung," ucap Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar dalam jumpa pers, di Gedung Kejagung RI, Jumat (25/10/2024).

Qohar menjelaskan, adapun pemufakatan jahat yang dimaksud yaitu antara Zarof dan Lisa mencoba menyuap Hakim pada tingkat kasasi yang mengadili perkara Ronald dengan memberikan uang Rp 5 miliar.

Dari persekongkolan itu Lisa menjanjikan uang senilai Rp 1 miliar kepada Zarof sebagai bentuk fee.

"LR meminta ZR agar ZR mengupayakan Hakim Agung tetap menyatakan Ronald Tannur tidak bersalah dalam keputusan kasasinya," ungkap Qohar.

"Dan LR menyampaikan kepada ZR akan menyiapkan uang atau dana sebesar Rp 5 miliar untuk Hakim agung dan untuk ZR akan diberikan fee sebesar Rp 1 Miliar atas jasanya," lanjutnya.

Qohar menyebutkan bahwa uang Rp 5 miliar itu rencananya akan diberikan untuk tiga hakim agung yang menangani kasasi Ronald Tannur yakni insial S, A dan S.

Terkait hal ini berdasarkan pengakuan Zarof, Qohar menyebutkan bahwa tersangka mengaku telah bertemu dengan salah seorang hakim di MA.

Akan tetapi kata dia uang miliaran tersebut belum sempat diberikan kepada hakim tersebut.

"Belum (menyerahkan uang) namanya saja pemufakatan jahat. (Tapi) apakah betul ketemu atau tidak ini yang kami dalami," jelasnya.

Kemudian selain Zarof, Kejagung juga menetapkan Lisa sebagai tersangka dalam perkara pemufakatan suap ini.

Adapun Zarof kata Qohar dijerat Pasal 5 ayat 1 Juncto Pasal 15 Juncto Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2021 tentang pemberantasan korupsi. Dan kedua Pasal 12 B Jo Pasal 18 UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001.

Sedangkan untuk tersangka Lisa dijerat Pasal 5 ayat 1 Jo Pasal 15 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001.

Baca juga: Pakai Kaos, Celana Bahan dan Sandal Jepit, Ini Penampakan Ronald Tannur Saat Ditangkap Kejati Jatim

"Terhadap tersangka ZR tersebut dilakukan penahanan di rutan Kejagung selama 20 hari kedepan. Sedangkan terhadap tersangka LR dalam kasus ini tidak ditahan karena penyidik telah melakukan terhadap yang bersangkutan," pungkasnya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini