News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

UU Cipta Kerja

Daftar Gugatan yang Dikabulkan MK soal UU Cipta Kerja: dari Tenaga Kerja Asing hingga Upah

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan dari Partai Buruh terkait UU Cipta Kerja dalam sidang putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta, Kamis (31/10/2024). Berikut daftar gugatan soal UU Cipta Kerja yang dikabulkan oleh hakim MK seperti dari soal tenaga kerja asing hingga upah.

Kesepuluh, frasa 'struktur dan skala upah' dalam Pasal 88 ayat (3) huruf b dalam pasla 81 angka 27 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai 'struktur dan skala upah yang proporsional'.

"Menyatakan Pasal 88C dalam pasal 81 angka 28 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memilik kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai 'termasuk gubernur wajib menetapkan upah minimum sektoral pada wilayah provinsi dan dapat untuk kabupaten/kota'," kata Suhartoyo.

Kedua belas, frasa indeks tertentu dalam pasal 88 D ayat (2) UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai 'indeks tertentu merupakan variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi atau kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja/buruh serta prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja atau buruh.

Ketiga belas, frasa dalam keadaan tertentu dalam Pasal 88F dalam Pasal 81 angka 28 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai "Yang dimaksud dengan dalam keadaan tertentu mencakup antara lain bencana alam atau non alam, termasuk kondisi luar biasa perekonomian global dan atau nasional yang ditetapkan oleh Presiden sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Keempat belas, pasal 90A dalam pasal 81 angka 31 bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai 'upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan.

Kelima belas, pasal 92 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 33 bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai "pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas, serta golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi".

Keenam belas, pasal 95 ayat (3) dalam pasal 81 angka 36 bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai 'hak lainnya dari pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahulukan pembayarannya atas semua kreditur termasuk kreditur preferen kecuali para kreditur pemegang hak jaminan kebendaan'.

Ketujuh belas, pasal 98 ayat (1) dalam pasal 81 angka 39 bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai "untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan serta pengembangan sistem pengupahan dibentuk dewan pengupahan yang berpartisipasi secara aktif.

Kedelapan belas, frasa wajib dilakukan melalui perundingan bipartit antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh dalam pasal 151 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 40 bertentangan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai 'wajib dilakukan melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.

Kesembilan belas, frasa 'pemutusan hubungan kerja dilakukan melalui tahap berikutnya sesuai dengan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial' dalam pasal 151 ayat (4) dalam pasa 81 angka 40 bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai 'dalam hal perundingan bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mendapatkan kesepakatan, maka pemutusan hubungan kerja hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan dari lemabga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang putusannya telah berkekuatan hukum tetap'.

Kedua puluh, frasa 'dilakukan sampai dengan selesainya proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai tingkatannya' dalam norma pasal 157A ayat (3) dalam pasal 81 angka 49 bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai, 'sampai berakhirnya proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berkekuatan hukum tetap sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang PPHI'.

Kedua puluh satu, frasa 'diberikan dengan ketentuan sebagai berikut' dalam pasal 156 ayat (2) dalam pasal 81 angka 47 bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai 'paling sedikit'.

"Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia. Menyatakan permohonan para pemohon berkenaan dengan norma pasal 156 ayat (4) dalam pasal 81 angka 47 lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang tidak dapat diterima," kata Suhartoyo.

"Menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya," sambungnya.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

Artikel lain terkait UU Cipta Kerja 

 

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini