Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD menegaskan sebutan Yang Mulia untuk hakim feodal dan menimbulkan kesewenang-wenangan.
Mahfud sebelumnya menanggapi munculnya yang memandang sebutan Yang Mulia bagi para hakim adalah feodal.
Pendapat tersebut muncul dalam sebuah diskusi yang dihadirinya bertajuk Pemberantasan Korupsi: Masihkan Ada Harapan di Menara Bidakara I Jakarta Selatan pada Rabu (6/11/2024).
Di akhir diskusi, ia pun menyampaikan pandangannya terhadap hal tersebut.
Menurut Mahfud sebutan Yang Mulia untuk para hakim telah dilarang oleh TAP MPRS Ketetapan MPRS Nomor XXXI/MPRS/1966 tentang Penggantian Sebutan "Paduka Yang Mulia" (P.Y.M) dengan sebutan "Bapak/Ibu" atau "Saudara/Saudari".
"Saudara, sebutan Yang Mulia itu sudah dilarang oleh Tap MPRS nomor 31 tahun 1966. Tidak boleh ada sebutan. Hanya boleh menyebut Saudara," ujar Mahfud.
Menurut Mahfud sebutan Yang Mulia berasal dari luar negeri yang diterjemahkan ke Bahasa Indonesia menjadi Yang Mulia.
Sambil berkelakar, ia pun menyinggung sebutan Yang Mulia bagi para hakim di Mahkamah Konstitusi.
"Yang sekarang parah itu di Mahkamah Konstitusi, hakim lewat saja pakai sarung, 'Yang Mulia', itu bagaimana? Coba diberitahu dari sini, sebutan Yang Mulia itu sudah dicabut oleh TAP MPRS," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
"Bukan hanya di KUHAP, tapi TAP MPRS juga sudah melarang, itu feodal, menimbulkan kesewenang-wenangan," sambungnya.