"Pimpinan KPK bisa terjerat pidana hanya karena hubungan dengan alasan apapun tersebut," tuturnya.
Di sisi lain, dalam petitumnya, norma dalam pasal yang digugatnya menciptakan ketidakpastian hukum.
Dia menilai pertemuan pimpinan KPK dengan pihak berperkara telah sesuai dengan tugas KPK.
Sehingga, Alex heran ketika hal tersebut justru dianggap masalah.
"Akibat norma Pasal 36 huruf a yang tidak berkepastian hukum, perbuatan yang dilakukan dengan iktikad baik bahkan memenuhi kewajiban hukum Pemohon 1 (Alexander Marwata) sebagai aparat penegak hukum telah dipandang melanggar ketentuan Pasal 36 huruf a UU KPK," tulis Alexander dalam berkas gugatannya.
Dalam gugatannya, Alexander juga mengungkapkan larangan untuk mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak yang berperkara merugikan dirinya dan pegawai KPK lainnya.
"Akibat ketidakpastian dan diskriminasi dari ketentuan Pasal 36 huruf a UU KPK telah merugikan Pemohon 2 dan Pemohon 3 sebagai pegawai KPK," tulisnya.
Petitum yang diajukan Alex meminta MK untuk menyatakan Pasal 36 huruf a UU KPK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Gugatan ini diajukan bersama dua pegawai KPK lainnya, yaitu Auditor Muda KPK Lies Kartika Sari dan Pelaksana Unit Sekretaris Pimpinan KPK Maria Fransiska.
Adapun permohonan tersebut telah diregistrasi di MK pada Rabu (6/11/2024) dengan nomor registrasi 158/PUU-XXII/2024.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Kompas.com/Haryanti Puspa Sari)