TRIBUNNEWS.COM - Rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen di awal 2025 menuai kritik.
Jika benar-benar diberlakukan, tarif PPN di Indonesia akan menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara (ASEAN).
Bahkan, tarif PPN Indonesia bakal mengalahkan Singapura yang hanya 9 persen.
Namun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meyakini rencana kenaikan tarif PPN hingga 12 persen tidak akan mengganggu stabilitas pertumbuhan ekonomi nasional.
Airlangga meyakini, pemerintah kini sedang menyiapkan perencanaan untuk meredam dampak dari kenaikan PPN 12 persen.
Warganet Ramai-ramai Serukan Petisi
Akibat rencana tersebut, warganet ramai-ramai menandatangani petisi penolakan PPN 12 persen.
Petisi penolakan PPN 12 persen pun menggema di media sosial X (dulu Twitter) pada Kamis (21/11/2024).
Mengutip akun media sosial X @barengwarga, tautan petisi ini dimulai sejak 19 November 2024 dan telah ditandatangani 1.996 orang.
Bahkan per Kamis ini, sudah ada 1.644 tanda tangan di petisi tersebut.
"Pemerintah, segera batalkan kenaikan PPN!" tulis petisi @barengwarga.
Baca juga: PPN Naik Jadi 12 Persen, YLKI: Masyarakat Lagi Mengalami Penurunan Pendapatan, Ini Memberatkan
"Kalau keputusan menaikan PPN itu dibiarkan bergulir, mulai harga sabun mandi sampai Bahan Bakar Minyak (BBM) akan ikut naik. Otomatis daya beli masyarakat akan terganggu dan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup.
Untuk itu sudah selayaknya kita menuntut pemerintah untuk segera membatalkan kenaikan PPN seperti yang tertera dalam UU HPP. Kita semua dapat ikut menuntut melalui petisi yang tertera pada tautan di bawah ini," sambungnya.
PPN 12 Persen Mencekik Buruh
Kritik juga datang dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengatakan kenaikan tarif PPN akan berdampak langsung pada harga barang dan jasa.