Keberadaan adat dan tradisi di kepulauan ini yang sejatinya memiliki kearifan dalam menjaga ekologi, demikian hemat Didi.
"Melestarikan tradisi dan menjaga adat adalah sudut pandang kini yang harus lebih kencang kita suarakan," imbuhnya.
"Mari ciptakan sudut-sudut pandang baru, Bumi membutuhkan perubahan signifkan dari kita para insannya.”
Agung Wibawanto selaku Marketing Communication Manager untuk National Geographic Indonesia, mengungkapkan bahwa melalui pameran ini National Geographic Indonesia tidak hanya menampilkan keindahan alam Nusantara, tetapi juga membawa pesan mendalam tentang tanggung jawab bersama untuk kelestarian Bumi.
"Selama 20 tahun terakhir, kami telah berusaha menginspirasi masyarakat Indonesia untuk lebih peduli terhadap lingkungan.
Melalui visual yang menawan dan informatif, kami ingin mengajak para pengunjung untuk menyadari bahwa setiap langkah kecil dapat menciptakan dampak besar bagi generasi mendatang," ujar Agung.
"Mari bersama-sama berkontribusi untuk masa depan Bumi yang lebih berkelanjutan."
"Sudut pandang yang kerap terlewat ketika membicarakan krisis iklim adalah peran pentingnya karbon biru, memuliakan pesisir dan lautan," ungkap Mahandis Yoanata Thamrin, Managing Editor National Geographic Indonesia.
"Selain itu juga gagasan kewargaan ekologis, kita menempatkan semua spesies sebagai warga negara, kita menghargai keberadaan mereka, dan bersama-sama mereka bertanggung jawab atas harmoni hidup di Bumi."
Jakarta International Literary Festival 2024 juga mengundang Mahandis Yoanata Thamrin, dalam diskusi panel bertajuk Sowing Hope: Making Sparks in the Dark (Menabur Harapan, Memantik Percikan dalam Kegelapan).
Sebuah diskusi yang membahas bagaimana para penulis dan jurnalis menggambarkan dan menanamkan harapan dalam kondisi yang sangat kelam.
Sesi diskusi ini turut dihadiri Sapariah Saturi dan Niduparas Erlang, yang dipandu oleh Evi Mariani.
Diskusi digelar pada Minggu, 1 Desember 2024 pukul 15.00-16.00 WIB di Teater Wahyu Sihombing, Taman Ismail Marzuki.
"Jurnalisme adalah mendongeng dengan membawa tujuan, sehingga perlu sudut pandang baru supaya pesannya selalu aktual," ujar Mahandis.
"Ketika populasi manusia telah mengubah tatanan Bumi, setidaknya kita masih memiliki satu-satunya keyakinan dan harapan: kekuatan kemanusiaan akan memulihkannya."