Laporan Wartawan Tribunnews.com Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dua institusi penegak hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) memiliki nasib berbeda saat tersangka kasus korupsi yang ditanganinya mengajukan praperadilan ke pengadilan.
Adalah mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Lembong yang menjadi tersangka dalam dugaan korupsi importasi gula periode 2015-2016 yang menggugat praperadilan terhadap Jampidsus, Kejagung.
Sementara, Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel), Sahbirin Noor atau Paman Birin mempraperadilankan KPK atas status tersangkanya karena tertangkap dalam sebuah operasi pada 6 Oktober 2024. Berjarak 5 hari dari penangkapan itu, Paman Birin mendaftarkan praperadilan pada 10 Oktober.
Sepanjang waktu itu, KPK terus mengumpulkan bukti dengan memeriksa 17 saksi hingga 31 Oktober 2024 untuk menjerat Paman Birin.
Sidang praperadilan Paman Birin terhadap KPK berlangsung hingga 12 November yang pada akhirnya majelis Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan mengabulkan permohonan itu.
Berselang sehari putusan praperadilan itu, Paman Birin mengundurkan diri sebagai Gubernur Kalsel meski masih menyisakan waktu masa jabatannya.
Sedangkan praperadilan Thomas Lembong lewat kuasa hukumnya mendaftar ke PN Jakarta Selatan pada 5 November 2024.
Baca juga: Eks Wali Kota Semarang Mbak Ita Ajukan Praperadilan, KPK Yakin Penetapan Tersangka Sesuai Prosedur
Selama persidangan itu, kuasa hukum Tom Lembong berupaya membuktikan ada kesalahan prosedur dalam penetapan tersangka untuk kasus dugaan korupsi importasi gula. Salah satu yang ingin dibuktikan kuasa hukum Tom Lembong terkait dengan perhitungan kerugian keuangan negara dalam kasus itu.
Soal ini, Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2017 memutus demi kepastian hukum dan mencegah kesewenang-wenangan aparat penegak hukum, maka terlebih dulu harus membuktikan adanya kerugian keuangan negara sebelum dilakukan penyidikan perkara korupsi. Selanjutnya, unsur merugikan keuangan atau perekonomian negara tidak lagi dipahami sebagai perkiraan (potential loss), tetapi harus dipahami benar-benar sudah terjadi atau nyata (actual loss).
Mencermati masalah tersebut, pengamat hukum pidana dari Universitas Bung Karno Cecep Handoko mengatakan, KPK yang kerap kalah dalam praperadilan harusnya lebih cermat dalam menindak sebuah perkara. Apalagi KPK merupakan lembaga hukum khusus menangani perkara korupsi.
"Menarik bila ditarik ke belakang, di mana KPK hadir untuk memberantas korupsi, tidak seperti lembaga hukum lainnya seperti Kejaksaan dan Polri, yang memang lahir mencakup seluruh penanganan perkara hukum. Harusnya KPK lebih matang dan fokus menangani sebuah perkara," kata Cecep kepada wartawan, Sabtu (7/12/2024).
Pria yang karib disapa Ceko ini mengimbau agar KPK mawas diri dengan cara belajar kepada Kejaksaan Agung. Agar dalam menangani sebuah perkara tidak digugat dan kalah lagi lewat praperadilan.
"Segmennya kan jelas, tipikor, bukan perkara lainnya. Ini perlu ditekankan agar KPK kembali belajar. Agar apa? Supaya penanganan sebuah perkara itu tidak dipatahkan," kata Ceko.