Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menegaskan bahwa tuntutan uang pengganti untuk terdakwa kasus korupsi tata niaga komoditas timah, Helena Lim sebesar Rp210 miliar cukup beralasan.
Hal itu kata JPU karena pengusaha money changer PT Quantum Skyline Exchange itu tidak bisa membuktikan soal dana dari pihak smelter bukan dari dana yang seolah-olah berasal dari corporate social responsibility (CSR).
“Kami tidak sependapat dengan apa yang disampaikan oleh penasihat hukum. Surat tuntutan untuk uang pengganti cukup beralasan sebagaimana kami telah uraikan. Oleh karena dalam perkara a quo terdakwa Helena dan Harvey Moeis tidak dapat membuktikan dalam persidangan," kata jaksa di persidangan agenda replik untuk terdakwa Helena Lim, PN Tipikor Jakarta, Senin (16/12/2024).
"Terkait perolehan dan transaksi yang diperoleh dari pengiriman dan pengamanan seolah-olah sebagai dana CSR dari perusahaan smelter, yaitu CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Internusa. Yang berasal dari asli penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah,” lanjut jaksa.
Baca juga: Bacakan Pleidoi di Sidang Timah, Helena Lim Singgung Harga Mahal dari Sebuah Popularitas
Maka kata JPU, berdasarkan tuntutan Pasal 4 Ayat 2 Peraturan Mahkamah Agung nomor 5 tahun 2014 Tentang Pidana tambahan uang pengganti dalam tindak pidana korupsi menyatakan. “Apabila harta benda yang diperoleh masing-masing terdakwa tidak diketahui secara pasti jumlahnya. Uang pengganti dapat dijatuhkan secara proporsional dan objektif sesuai dengan peran masing-masing terdakwa dalam tindak pidana korupsi yang dilakukannya,” kata jaksa.
Berdasarkan ketentuan tersebut, lanjut jaksa maka keduanya masing-masing dikenakan uang pengganti secara proporsional dari jumlah Rp420 miliar yang dimasing-masing Rp200 miliar.
“Sehingga terdakwa helena harus membayarkan uang pengganti sebesar jumlah tersebut,” tegas jaksa.
Adapun dalam kasus ini Helena Lim telah dituntut 8 tahun penjara dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah yang merugikan negara mencapai Rp 300 triliun.
Dalam tuntutannya, Jaksa penuntut umum (JPU) menilai Helena terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat dalam kasus korupsi tersebut.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Helena dengan pidana penjara selama 8 tahun," ujar jaksa saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/12/2024).
Selain dituntut pidana badan, Helena juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 Miliar subsider 1 tahun kurungan.
Tak hanya itu, ia juga dituntut pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
"Jika dalam waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 4 tahun," ujar jaksa.