Karena alasan itulah PDIP perlu menyiapkan pengganti Nazarudin yang wafat sebagai wakil rakyat pengganti.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pengganti Nazarudin adalah caleg PDIP yang memperoleh suara terbanyak kedua dari partai dan dapil yang sama dengan caleg yang meninggal.
Mengacu pada aturan tersebut, pengganti Nazarudin adalah Riezky Aprilia.
Sayangnya, PDIP tidak menginginkan Riezky dan mengajukan nama Harun Masiku sebagai pengganti Nazarudin, walaupun tidak sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2017.
PDIP melalui Donny Tri Istiqomah selaku kuasa hukum kemudian menggugat Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3/2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara ke Mahkamah Agung (MA).
MA kemudian mengabulkan gugatan tersebut, sehingga pemilihan partai tidak lagi berdasarkan suara kedua terbanyak, namun ditentukan partai.
“Penetapan MA itu kemudian menjadi dasar PDIP berkirim surat kepada KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti caleg yang sudah meninggal tersebut,” ujar Wakil Ketua KPK waktu itu, Lili Pintauli Siregar.
Uji materi yang diajukan PDIP memang dikabulkan MA. Namun, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak menuruti permohonan ini dan berkukuh menetapkan Riezky sebagai pengganti Nazarudin.
Beberapa cara dilakukan PDIP supaya Masiku menjadi anggota DPR, salah satunya dengan mengirimkan fatwa ke MA.
Tak hanya itu, partai berlambang banteng moncong putih tersebut juga mengajukan surat penetapan caleg ke KPU.
Masiku sendiri juga berusaha dengan mengirimkan dokumen dan fatwa ke komisioner KPU waktu itu, Wahyu Setiawan.
Surat tersebut dikirimkan melalui staf Sekretariat DPP PDIP, Saeful, dan orang kepercayaan Wahyu yang juga mantan anggota Bawaslu 2008–2012, Agustiani Tio Fridelina.
Wahyu menerima dokumen dan fatwa milik Masiku dari Agustiani setelah mendapatkan berkas ini dari Saeful.
Kemudian, Wahyu menyanggupi proses penetapan Masiku sebagai anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).