Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dosen Studi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof Dr Eva Achjani Zulfa SH MH menilai, restorative justice atau keadilan restoratif merupakan gerakan sosial yang berkontribusi pada perkembangan hukum pidana ke depan.
Menurut dia, gerakan restorative justice yang muncul lebih dari setengah abad yang lalu, menjadi topik sentral dalam mempertanyakan tentang masa depan hukum pidana dan sistem peradilan pidana.
Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir ini konsep ini menonjol dan menjadi diskursus tentang bagaimana masyarakat menanggapi kasus-kasus kenakalan anak dan remaja, konflik yang terjadi di sekolah, lingkungan dan tempat kerja dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, restorative justice juga diperbincangkan dan potensi diterapkan dalam penanganan kejahatan domestik atau kejahatan serius seperti narkotika, korupsi, pelanggaran HAM berat dan bahkan terorisme.
Eva menyebut, sudah banyak penulis yang mencatat tentang ratusan skema yang dikembangkan akademisi, penegak hukum atau pembuat kebijakan di seluruh dunia dalam rangka mengadaptasi restorative ini dalam skema sistem peradilan.
Artinya, pengembangan dan penerapan restorative justice, bukan pekerjaan yang mudah.
Hal itu disampaikan Prof Dr Eva Achjani Zulfa SH MH saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia, bidang Hukum Sanksi dan Restorative Justice, oleh Rektor Universitas Indonesia, Prof Heri Hermansyah, pada Rabu (18/12/2024).
Baca juga: Keluarga Vina Cirebon Hormati Keputusan MA Tolak PK 7 Terpidana, Sejak Awal Yakin Ada Unsur Pidana
Dalam pidato pengukuhan yang berjudul Restorative Justice: Gerakan Sosial Masyarakat Global dalam Upaya Memulihkan Keadilan, Eva menilai keadilan restoratif
“Gerakan keadilan restoratif merupakan gerakan sosial global dengan keragaman internal yang sangat besar. Karena setiap negara, wilayah atau kelompok masyarakat memiliki kekhasan dalam jenis konflik sosial yang terjadi dan pendekatan yang berbeda-beda,” kata Eva.
“Bahwa restorative justice merupakan suatu konsep yang terbuka, potensi trasformatif atas penerapannya di berbagai perkara ke depan pasti akan banyak mengejutkan berbagai pihak. Utamanya dalam perkembangan penerapan diberbagai jenis dan kualifikasi tindak pidana yang tidak terfikirkan sebelumnya,” imbuhnya.
Baca juga: Akademisi Nilai Tindak Pidana Ideologi Negara di UU KUHP Perlu Diatur Lebih Lanjut
Eva meyakinkan, ke depan restorative justice akan mengalami transformasi dan perkembangan terus-menerus seiring dengan perkembangan modus operandi, model kejahatan serta perkembangan cara penanganannya. Dan kita semua harus bersiap untuk itu.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 telah membuka jalan bagi penegak hukum untuk dapat meramu model sanksi yang tepat kepada pelaku tindak pidana dengan mengacu pada tujuan pemidanaan berbasis restorative justice.
Namu,n dalam perjalanannya, Indonesia masih memiliki tunggakan pekerjaan rumah yaitu pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk memberi ruang bagi model penanganan perkara pidana yang juga berbasis restorative justice.