TRIBUNNEWS.com - Mantan Kabareskrim Polri, Komjen Pol (Purn) Susno Duadji, mengapresiasi sikap terpidana kasus Vina Cirebon yang menolak mengajukan grasi.
Menurut Susno, sikap para terpidana kasus Vina tersebut menunjukkan sosok kesatria.
"Saya menghargai. Itu mereka kesatria," kata Susno dalam program On Focus di YouTube Tribunnews.com, Selasa (17/12/2024).
Susno juga membenarkan pernyataan para terpidana, yang memilih mati di penjara ketimbang mengaku sebagai pelaku pembunuhan Vina dan Eky, untuk mengajukan grasi.
Ia menilai para terpidana kasus Vina lebih mulia dibandingkan hakim yang menjatuhkan vonis terhadap mereka.
"Daripada dibebaskan, tapi harus mengakui padahal tidak melakukan. Maka lebih baik mati dan busuk di penjara, bagus," ujar Susno.
Baca juga: Jutek Sebut Hakim MA Aneh Tolak PK Terpidana Kasus Vina, Singgung soal Hasil Ekstraksi HP Widi
"Dia (terpidana kasus Vina) lebih mulia dari hakim yang sembarang menjatuhkan hukuman," imbuh dia.
Sebelumnya, kuasa hukum terpidana kasus Vina, Jutek Bongso, mengungkapkan kliennya kompak menolak mengajukan grasi.
Jutek diketahui telah menawarkan sejumlah langkah hukum bagi para terpidana agar bebas, setelah peninjauan kembali (PK) mereka ditolak Mahkamah Agung (MA).
Tapi, menurut Jutek, para terpidana kasus Vina menolak pengajuan grasi, meski sudah berulang kali ditanya.
Alasannya, kata Jutek, para terpidana enggan mengaku menjadi pelaku pembunuhan Vina dan Eky, sebab mereka tak melakukannya.
Diketahui, salah satu syarat mengajukan grasi adalah terpidana harus mengakui perbuatannya.
"Dua kali saya bertanya kepada para terpidana tadi di dalam Lapas bersama tim 20 orang, sampai dua kali saya sendiri bertanya 'yakin tidak mau mengambil langkah grasi'," kisah Jutek, Senin (16/12/2024).
Jutek mengungkapkan, para terpidana lebih memilih meninggal di penjara, ketimbang harus mengaku menjadi pelaku pembunuhan Vina dan Eky.
"Mereka tidak mau melakukan langkah grasi, kenapa? Karena salah satu syarat grasi kan harus mengakui apa yang mereka perbuat," ujar Jutek.
"Kata mereka 'Kalau kami harus mengakui atas perbuatan pembunuhan itu padahal kami tidak melakukan, lebih bagus kami mati dan mendekam terus di penjara sampai mati, dan membusuk'. Mereka tidak mau (ajukan grasi)," sambungnya.
Dua Alasan MK Tolak PK Terpidana Kasus Vina
Sebelumnya, MA telah menolak PK ketujuh terpidana kasus Vina Cirebon pada Senin.
Terkait hal itu, Juru Bicara MA, Yanto, membeberkan dua pertimbangan MA menolak PK terpidana kasus Vina.
Pertama, novum atau bukti baru yang diajukan para terpidana dinyatakan tidak terpenuhi.
Sebab, novum tersebut dianggap bukan termasuk bukti baru.
Baca juga: Terpidana Kasus Vina Cirebon Ogah Ajukan Grasi: Lebih Baik Mati di Penjara Ketimbang Harus Mengakui
"Bukti baru (novum) yang diajukan para terpidana bukan merupakan bukti baru sebagaimana ditentukan dalam Pasal 263 ayat (2) huruh a KUHAP," ucap Yanto dalam jumpa pers di Gedung MA, Senin.
Pertimbangan kedua, lanjut Yanto, tidak adanya kekhilafan judex facti dan judex juris dari Majelis Hakim yang mengadili terpidana.
Usai penolakan PK itu, Yanto mengatakan vonis yang dijatuhkan terhadap tujuh terpidana kasus Vina Cirebon sebelumnya, tetap berlaku.
"Ya dengan ditolaknya maka putusan sebelumnya tetap dinyatakan berlaku ya, jadi tetap putusan sebelumnya tetap berlaku," pungkas dia.
Ketujuh terpidana yang mengajukan PK adalah Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Eko Ramadhani, Hadi Saputra, Sudirman, dan Rivaldi Aditya Wardana.
Perkara tersebut terbagi dalam dua berkas perkara masing-masing dengan nomor perkara 198/PK/PID/2024 dengan terpidana Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya.
Sementara, berkas perkara dengan nomor 199/PK/PID/2024 terdaftar nama terpidana Eka Sandi, Hadi Saputra, Sudirman, Supriyanto, dan Jaya.
Meski berbeda berkas perkara, sidang PK tersebut sama-sama diadili Ketua Majelis Hakim, Burhan Dahlan.
Adapun dalam perkara ini, tujuh terpidana sebelumnya telah divonis seumur hidup dalam kasus tersebut.
Selain terhadap tujuh terpidana, MA juga menolak PK yang diajukan Saka Tatal terkait kasus pembunuhan Vina dan Eky.
Saka Tatal sendiri telah selesai menjalani masa hukuman delapan tahun penjara.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Fahmi Ramadhan, Kompas.com/Irfan Kamil)