News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

PPN 12 Persen

Rieke Diah Pitaloka Batal Dipanggil MKD Besok, Dituding Provokasi Warga Tolak PPN 12 Persen

Penulis: Rifqah
Editor: Pravitri Retno W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Komisi VI DPR RI fraksi PDIP Rieke Diah Pitaloka. - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI membatalkan pemanggilan Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka atas tudiangan pelanggaran kode etik.

TRIBUNNEWS.COM - Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka, dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI atas dugaan pelanggaran kode etik karena dianggap memprovokasi warga menolak kebijakan PPN 12 persen.

Awalnya, pemanggilan Rieke itu dijadwalkan pada Senin (30/12/2024).

Namun, MKD membatalkan pemanggilan terhadap Rieke tersebut karena DPR RI kini sedang dalam masa reses.

Sehingga, para anggota dewan, termasuk MKD, masih berada di daerah pemilihan (dapil) masing-masing.

Demikian dikonfirmasi oleh Ketua MKD DPR RI, Nazaruddin Dek Gam.

“Iya, surat pemanggilan itu memang aku tanda tangan, tapi kan kita masih libur (sidang) nih, masih reses."

"Jadi, anggota-anggota masih di dapil. Jadi, kita tunda dulu lah,” ujar Dek Gam saat dihubungi, Minggu (29/12/2024), dilansir Kompas.com.

Dek Gam memperkirakan pemanggilan Rieke tersebut akan dilakukan setelah masa reses selesai, yakni pada awal Januari 2025.

Namun, dia belum bisa memastikan kapan tepatnya pemanggilan kembali terhadap Rieke itu dilakukan.

Adapun, laporan terhadap Rieke itu diterima MKD pada 20 Desember 2024 lalu dengan pihak pelapor bernama Alfadjri Aditia Prayoga.

Dalam surat itu, tertulis pelapor melaporkan Rieke atas pernyataan dalam konten di media sosial yang dianggap memprovokasi warga untuk menolak kebijakan PPN 12 persen.

Baca juga: Rieke Oneng Dilaporkan ke MKD DPR RI Diduga Gara-gara Kritik Kenaikan PPN 12 Persen

Mengenai pelaporan ini, diketahui hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan apapun dari Rieke.

Rieke Minta Presiden Prabowo Batalkan Rencana PPN 12 Persen

Sebelumnya, Rieke telah meminta kepada Presiden Prabowo Subianto untuk membatalkan rencana kenaikan PPN 12 persen yang akan direalisasikan pada 1 Januari 2025 mendatang.

Menurut Rieke, keputusan kenaikan PPN 12 persen itu akan berdampak besar kepada masyarakat.

Rieke mengatakan, penundaan kenaikan PPN 12 persen itu bertujuan untuk menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK) semakin meningkat.

Selain itu, PPN 12 persen juga berpotensi akan menaikkan harga kebutuhan pokok ke depannya.

"Berdasarkan pertimbangan ekonomi dan moneter antara lain angka PHK meningkat, deflasi selama kurang lebih lima bulan berturut-turut yang harus diwaspadai berdampak pada krisis ekonomi dan kenaikan harga kebutuhan pokok," ujar Rieke kepada wartawan, Sabtu (21/12/2024).

Rieke lantas menjelaskan, argumentasi pemerintah untuk menaikkan PPN menjadi 12 persen sesuai pasal 7 UU Nomor 7 tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan dinilai juga tidak tepat. 

Oleh karena itu, dia meminta pemerintah harus mengambil secara utuh aturan tersebut.

Dalam Pasal 7 ayat (3) UU tersebut, tarif pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen setelah berkonsultasi dengan alat kelengkapan DPR RI.

Dalam UU itu juga dijelaskan, Menteri Keuangan RI diberikan kewenangan menentukan besaran PPN perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga kebutuhan pokok setiap tahunnya.

"Saya sangat mendukung Presiden Prabowo menunda atau bahkan membatalkan rencana kenaikan PPN 12 persen," jelasnya.

Sebagai gantinya, Rieke mengusulkan pemerintah menerapkan dengan tegas self assessment monitoring system dalam tata kelola perpajakan. 

Di antaranya, perpajakan selain menjadi pendapatan utama negara, berfungsi sebagai instrumen pemberantasan korupsi, sekaligus sebagai basis perumusan strategi pelunasan utang negara.

Selain itu, terwujudnya satu data pajak Indonesia, agar negara mampu menguji SPT wajib pajak, akurasi pemetaan, perencanaan penerimaan, dan pengeluaran negara secara komprehensif, termasuk pendapatan yang legal maupun ilegal.

"Dan memastikan seluruh transaksi keuangan dan non- keuangan wajib pajak, wajib dilaporkan secara lengkap dan transparan," jelasnya.

(Tribunnews.com/Rifqah/Igman Ibrahim) (Kompas.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini