News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Presidential Threshold

Demokrat Hormati MK Hapus Ambang Batas Presiden: Semoga Bisa Bantu Demokrasi Makin Matang

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT). Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat menyatakan menghormati putusan Mahkamah Konstitusi RI (MK) soal penghapusan ambang batas presiden atau Presidential Threshold.

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat menyatakan menghormati putusan Mahkamah Konstitusi RI (MK) soal penghapusan ambang batas presiden atau Presidential Threshold.

Kata Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra, putusan MK merupakan putusan yang bersifat final dan mengikat.

Baca juga: Presidential Threshold 20 Persen Dihapus, Pengamat: Tidak Ada Lagi Dominasi Parpol Tetapkan Capres

"Sikap kami selama ini selalu sama dalam menyikapi putusan MK. Kami menghormati apapun putusan MK itu," kata Herzaky saat dimintai tanggapannya, Kamis (2/1/2025).

Lebih lanjut, Demokrat kata dia meyakini, setiap putusan MK sudah melalui proses mendalam dan mempertimbangkan berbagai aspek.

Baca juga: Hapus Presidential Threshold, Hakim MK Sebut Ada Dominasi Parpol Tertentu di Pilpres

Tak hanya itu, MK sebagai lembaga peradilan tinggi juga diyakini sudah mengedepankan keadilan dan kebenaran. 

"Indonesia merupakan negara hukum, dan merupakan kewajiban kita semua untuk menghormati setiap produk hukum dari lembaga peradilan. Apalagi ini produk hukum dari Mahkamah Konstitusi," kata dia.

Dengan adanya putusan ini, Demokrat kata Herzaky berharap adanya perubahan dan pertumbuhan dari segi proses demokrasi di Indonesia.

Dirinya juga berharap, keputusan penghapusan ambang batas presiden ini juga bisa menghadirkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia

"Harapan kami, putusan MK ini bisa berkontribusi dan membantu demokrasi Indonesia semakin berkembang dan tumbuh semakin matang," kata dia.

"Inilah yang menjadi komitmen kami, Demokrat, selama ini, terus berkontribusi dan berjuang bersama rakyat untuk terus menjaga dan meningkatkan kualitas demokrasi kita," tandas Herzaky.

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden, yang sebelumnya diatur parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya.

Putusan ini merupakan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. 

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

Baca juga: PKS Apresiasi MK Hapus Presidential Threshold Jadi 0 Persen: Selaras dengan Tuntutan Selama Ini

MK menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

“Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Suhartoyo.

Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan frasa ‘perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya’ dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah nasional atau persentase jumlah kursi DPR di pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Selain itu MK menilai penentuan besaran ambang batas itu tidak didasarkan pada penghitungan yang jelas dengan rasionalitas yang kuat.

Satu hal yang dapat dipahami Mahkamah, penentuan besaran atau persentase itu lebih menguntungkan parpol besar atau setidaknya memberi keuntungan bagi parpol peserta pemilu yang memiliki kursi di DPR.

MK menyatakan penentuan ambang batas pencalonan pilpres itu punya kecenderungan memiliki benturan kepentingan.

Mahkamah juga menilai pembatasan itu bisa menghilangkan hak politik dan kedaulatan rakyat karena dibatasi dengan tidak tersedianya cukup banyak alternatif pilihan paslon.

Selain itu setelah mempelajari seksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, MK membaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat 2 paslon.

Padahal pengalaman sejak penyelenggaraan pemilu secara langsung, dengan hanya 2 paslon masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang jika tidak diantisipasi akan mengancam keutuhan kebhinekaan Indonesia.

Bahkan jika pengaturan tersebut dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal.

Baca juga: Alasan MK Hapus Ketentuan Presidential Threshold 20 Persen

Kecenderungan calon tunggal juga telah dilihat MK dalam fenomena pemilihan kepala daerah yang dari waktu ke waktu semakin bertendensi ke arah munculnya calon tunggal atau kotak kosong. Artinya mempertahankan ambang batas presiden, berpotensi menghalangi pelaksanaan pilpres secara langsung oleh rakyat dengan menyediakan banyak pilihan paslon.

“Jika itu terjadi makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra.

Berkenaan dengan itu MK juga mengusulkan kepada pembentuk undang - undang dalam revisi UU Pemilu dapat merekayasa konstitusional. Meliputi:

Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden.

Pengusulan paslon oleh parpol atau gabungan parpol tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.

Dalam mengusulan paslon presiden dan wakil presiden, parpol peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan parpol tersebut tidak menyebabkan dominasi parpol atau gabungan parpol sehingga menyebabkan terbatasnya paslon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.

Parpol peserta pemilu yang tidak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya

Terakhir, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU 7/2017 melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian terhadap penyelenggara pemilu, termasuk parpol yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna.

“Telah ternyata ketentuan Pasal 222 UU 7/2017 tidak sejalan dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak memperjuangkan diri secara kolektif, serta kepastian hukum yang adil,” kata Saldi.

 

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini