Apalagi, ini merupakan gugatan ke-28, di mana MK selalu menolak dalam 27 kesempatan sebelumnya.
"Keputusan MK sangat mengejutkan mengingat putusan MK terhadap 27 sebelumnya selalu menolak," Sarmuji, dilansir Kompas.com.
Meski demikian, Sarmuji menyampaikan, MK dan pembuat undang-undang selalu memiliki cara pandang yang sama selama ini.
"Dalam 27 kali putusannya, cara pandang MK dan pembuat UU selalu sama, yaitu maksud diterapkannya presidential threshold itu untuk mendukung sistem presidensial bisa berjalan secara efektif," ucapnya.
"Sementara itu dulu. Kalau sudah hilang rasa kagetnya nanti saya respons lagi," lanjut Sarmuji.
3. PAN
Pihak Partai Amanat Nasional (PAN) sependapat dengan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden.
Wakil Ketua Umum PAN, Saleh Partaonan Daulay, menyebut PAN selama ini memang berjuang untuk menghapus presidential threshold.
"PAN mendukung MK yang memutuskan menghapus presidential threshold (PT) minimal 20 persen kursi DPR atau suara sah 25 persen nasional pada pemilu."
"PAN telah lama ikut berjuang bersama komponen bangsa lainnya untuk menghapus PT tersebut," terang Saleh.
Menurut Saleh, dari sisi rasionalitas sederhana saja, penerapan presidential threshold sangat tidak adil.
Ia menilai, ada banyak hak konstitusional warga negara yang diabaikan dan dikebiri dengan kehadiran presidential threshold.
"Kalau pakai PT, itu kan artinya tidak semua warga negara punya hak untuk jadi presiden. Hanya mereka yang memiliki dukungan politik besar yang bisa maju. Sementara, untuk mendapat dukungan politik seperti itu sangat sulit," tuturnya.
Saleh berpandangan, Indonesia punya banyak calon pemimpin nasional yang layak diandalkan.
Mereka, kata Saleh, tersebar di kampus-kampus, bekerja sebagai profesional, aktivis ormas, NGO, dan lain-lain.