News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Presidential Threshold

Kata 7 Partai Politik soal MK Hapus Presidential Threshold, Demokrat: Sudah Semestinya Dihapus

Penulis: Suci Bangun Dwi Setyaningsih
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mahkamah Konstitusi. Dalam artikel mengulas tentang putusan MK menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden, Kamis (2/1/2025).

Kamhar menilai, ketentuan presidential threshold sudah semestinya dihapus oleh MK. 

"Kami tidak kaget dengan putusan MK ini, karena itu memang yang semestinya," ujar Kamhar kepada Kompas.com, Kamis (2/1/2025).

Meski demikian, Kamhar menegaskan, Demokrat akan konsisten untuk mendukung pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. 

Terpisah, Juru Bicara Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, menyatakan partainya menghormati apapun putusan MK. 

Ia juga mengingatkan putusan MK bersifat final dan mengikat.

6. NasDem

Berbeda dengan Demokrat, Partai Nasdem justru menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) ini, bakal merumitkan pelaksanaan pemilihan presiden. 

Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Hermawi Taslim, berpendapat MK kurang memperhatikan dampak atau kerumitan yang muncul ketika memutuskan menghapus presidential threshold.

"Putusan MK itu kurang memperhatikan berbagai konsekuensi yang akan membawa kerumitan dan kesulitan dalam praktiknya kelak," kata Hermawi, Kamis. 

Hermawi berpandangan, presidential threshold diperlukan sebagai bagian dari aturan permainan, sekaligus seleksi awal untuk mencari pemimpin yang kredibel.

Sekjen NasDem itu juga menyebut, presidential threshold merupakan aturan main yang sangat biasa, lumrah, dan berlaku universal.

"Baik dalam pemilihan-pemilihan ketua organisasi maupun pemilihan di lingkungan pemerintahan, bahkan di level yang paling rendah, dalam hal ini kelurahan," kata Hermawi.

Oleh sebab itu, ia menilai, MK semestinya cukup meninjau presidential threshold, bukan malah menghapusnya.

7. Hanura

Pihak Partai Hanura menyambut baik putusan MK yang menghapus ambang batas presiden sebesar 20 persen. 

Bagi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Hanura, Benny Rhamdani, putusan itu merupakan putusan yang progresif.

"Bagus ya, keputusan yang progresif lah. Kenapa progresif? kita kan tidak harus melihara ya, undang-undang yang jelas-jelas bertentangan dengan undang-undang dasar 1945 dengan konstitusi."

"Jadi melihara, apalagi merawatnya dalam waktu yang cukup lama," kata Benny saat dikonfirmasi, Kamis (2/1/2025).

Di sisi lain, Benny mengatakan, pihaknya juga memberikan catatan kepada MK.

Menurutnya, seharusnya hakim konstitusi juga menghapus ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4 persen.

Sebab, kata Benny, sejumlah partai politik yang tidak lolos ke parlemen memiliki dukungan suara rakyat cukup besar. 

"Contohnya, misalnya pemilu legislatif 2024 itu menghasilkan beberapa partai yang tidak lolos ke parlemen, tapi memiliki pendukung yang begitu besar, ya. Jumlahnya yaitu 17 juta," ungkapnya.

"Jadi, ada 17 juta kepala manusia warga negara Indonesia yang tidak memiliki perwakilan politik di parlemen. Karena partai yang didukung itu tidak lulus PT, kan, gitu ya. Kenapa tidak lulus PT? Karena PT-nya 4 persen," lanjutnya.

Baca juga: MK Wajibkan Petahana Cuti Mulai Dari Masa Kampanye Sampai Pemungutan Suara Pilkada

Pertimbangan Hukum MK soal Presiden

Diketahui, MK memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden, sejumlah partai politik (parpol) meresponsnya. 

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan perkara 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. 

Dikutip dari situs resmi MK, Mahkamah telah mencermati beberapa pemilihan presiden dan wakil presiden yang selama ini didominasi partai politik peserta pemilu tertentu dalam pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden. 

Hal tersebut, berdampak pada terbatasnya hak konstitusional pemilih mendapatkan alternatif yang memadai terkait pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Selain itu, Mahkamah menilai, dengan terus mempertahankan ketentuan presidential threshold dan setelah mempelajari secara saksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, terbaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat 2 pasangan calon.

Padahal, pengalaman sejak penyelenggaraan pemilihan langsung, dengan hanya 2 pasangan calon presiden dan wakil presiden, masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi (masyarakat yang terbelah) yang sekiranya tidak diantisipasi mengancam kebhinekaan Indonesia. 

Bahkan, bila pengaturan penentuan besaran ambang batas dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal. 

Kecenderungan seperti itu, dapat dilihat dalam fenomena pemilihan kepala daerah dari waktu ke waktu semakin bergerak ke arah munculnya calon tunggal atau kotak kosong.

Artinya, menurut Mahkamah, membiarkan atau mempertahankan ambang batas presidential threshold sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu berpotensi menghalangi pelaksanaan pilpres secara langsung oleh rakyat dengan menyediakan banyak pilihan paslon.

“Jika itu terjadi makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra.

(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, Danang Triatmojo, Chaerul Umam, Igman Ibrahim, Reza Deni, Kompas.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini