Ia menyoroti masalah verifikasi partai politik yang terkadang dimanipulasi, serta pentingnya pengelolaan pilkada yang tidak berbarengan dengan pilpres agar proses pemilu lebih jelas dan mudah dipahami oleh publik.
Dengan pembatalan PT oleh MK, Titi berharap Indonesia dapat menuju sistem demokrasi yang lebih terbuka dan berkeadilan.
Ia berharap agar semua calon presiden memiliki kesempatan yang sama untuk berkompetisi dan dipilih oleh rakyat.
"Dengan sistem yang lebih inklusif, Indonesia dapat mewujudkan demokrasi yang lebih baik, di mana setiap individu dari berbagai latar belakang dapat berkontribusi dalam membangun bangsa, termasuk menjadi presiden," pungkasnya.
Untuk diketahui, MK sebelumnya membacakan putusan perkara nomor 62/PUU-XXI/2023 di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1).
MK mengabulkan permohonan yang pada intinya menghapus ambang batas pencalonan presiden.
"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua MK Suhartoyo.
MK pun meminta pemerintah dan DPR RI melakukan rekayasa konstitusional dalam merevisi UU Pemilu. Tujuannya agar jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak membeludak.
Sumber: Tribun Banten