Jika ingin masuk Indonesia, Temu harus mengurus izin terlebih dahulu ke Kementerian Perdagangan sebagai kementerian pengampu e-commerce.
Huda juga menyoroti bahwa jika Temu masuk, titik berat persaingan antar e-commerce di Indonesia akan terletak pada aspek importasi.
"Baik untuk Temu maupun aplikasi lainnya, importasi barang di ecommerce sudah sangat mengkhawatirkan. Barang impor yang dijual di sana sangat banyak," jelas Huda.
"Maka harus ada peraturan yang berlaku bukan hanya bagi Temu, tapi bagi aplikasi ecommerce lainnya," pungkasnya.
Fiki Satari menegaskan bahwa Pemerintah saat ini terus berkomitmen untuk mengawal dan memastikan agar aplikasi TEMU tidak masuk ke Indonesia.
"Jika TEMU sampai masuk ke Indonesia, ini akan sangat membahayakan UMKM dalam negeri," ujar Fiki di Jakarta, Rabu (2/10/2024).
Menurut Fiki, Temu bisa memfasilitasi transaksi secara langsung antara pabrik di Cina dengan konsumen di negara tujuan.
"Ini akan mematikan UMKM," kata Fiki.
Fiki menjelaskan, aplikasi TEMU memiliki konsep menjual barang langsung dari pabrik ke konsumen tanpa adanya seller, reseller, dropshipper maupun afiliator sehingga tidak ada komisi berjenjang.
Hal tersebut ditambah dengan adanya subsidi yang diberikan platform membuat produk di aplikasi dihargai dengan sangat murah.
"Mereka sudah masuk ke Amerika Serikat (AS) dan Eropa, bahkan sekarang sudah mulai ekspansi ke Kawasan Asia Tenggara, khususnya di negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia. Maka kita harus terus kawal agar tidak masuk ke Indonesia," tutur Fiki.
Fiki berharap agar KemenkumHAM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta stakeholders terkait dapat bersinergi mencegah masuknya marketplace TEMU ke Indonesia.
"Hal ini diperlukan semata-mata demi melindungi pelaku usaha di dalam negeri khususnya UMKM," Fiki.