Laporan wartawan Tribun Jogja Hendy, Diaz
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - "ADA badut, ada badut," teriak anak-anak dengan riang di Pusat Kebudayaan Koenadi Hardjosoemantri, UGM, Sabtu (6/11/2010).
Dengan make up yg masih menempel di wajah serta kostum kuning dengan pantat serta perut yang mnyembul, Pak Gareng (48) datang menghibur anak-anak di pengungsian. Dia sudah terbiasa dengan tugas untuk menghibur anak-anak trauma korban bencana dan sudah melakoni profesinya selama 5 tahun.
"Saya ini sudah biasa untuk menghibur anak-anak korban pengungsian," tegas pria dari Bojonegoro tersebut.
Badut edukasi merupakan ciri khas yang diusungnya selain ia juga menambahkan sulap di setiap aksinya. Dia selalu memberikan semangat dan mengingatkan kepada anak-anak korban pengungsi untuk selalu belajar dimanapun mereka serta dalam keadaan apapun.
Para pengungsi berharap selalu mendapat penghiburan dan perlengkapan dasar. "Saya cuma butuh ketenangan hidup dan air untuk mandi," ujar Fikri (12), pelajar kelas 7 di SMP 2 Pakem. Dia merupakan warga Pakem Tegal, kecamatan Pakem. Evakuasi yang dlakukan sacara mendadak pada Jumat (5/11/2010) membuatnya kaget dan susah.
Dia merasa seperti orang hilang karena di pengungsian tidak ada orang yang dikenal. Para pengungsi bercampur aduk dari berbagai dusun dan desa.
Di pengungsian ini ia hanya memiliki 1 teman saja yang berasal dari Pakem Tegal. Untuk melampiaskam kebosanan di pengungsian ia dan temannya hanya bisa berjalan-jalan di sekitaran UGM.
Fikri juga menuturkan bahwa ia juga tidak bisa belajar karena bukunya semua ditinggal di rumahnya. "Saya sangat merindukan suasana Desa Pakem Tegal, tempat saya bermain dan bertemu teman-teman," katanya
Pak Gareng Hibur Anak-anak Pengungsi Merapi
Editor: Prawira
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger