Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wilem Jonata
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Hari ini, Joyo Sukardi (80) atau akrab disapa Mbah Joyo mendapat kejutan istimewa. Ia berjumpa lagi dengan anak-anak, cucu, dan cicitnya di Panti sosial Bina Karya (PSBK), Godean, Yogyakarta, setelah 11 hari terpisah di posko pengungsian Stadion Maguwoharjo, Sleman. Air matanya tumpah. Ia sangat bahagia bisa berkumpul dengan keluarganya.
Bagi Mbah Joyo, 11 hari merupakan penantian panjang. Hidup tanpa keluarga di panti rehabilitasi itu membuatnya betul-betul merasa kesepian. Apalagi, di sana, tidak ada kegiatan apapun yang mesti dilakukan. Gairah hidupnya seolah sirna. Makanya, ketika, anak-anak, cucu, dan cicitnya itu mengunjunginya, wajah murungnya berubah menjadi suka cita. Senyum yang dulu surut, kini mampir di bibirnya. Rindunya sudah terbalas.
Mbah Joyo adalah warga Dusun Gatak, Wukirsari, Cangkringan. Bersama keluarganya, Mbah Joyo terpaksa mengungsi ke Stadion Maguwoharjo sejak Gunung Merapi mengeluarkan letusan dahsyat, Jumat (5/11) lalu.
Empat hari di pengungsian, Mbah Joyo tidak kerasan. Ia merengek ingin pulang. Namun, karena kondisinya tidak memungkinkan, tidak ada satu pun yang mengantarkannya kembali ke rumahnya.
Hal itu membuat Mbah Joyo kecewa. Ia akhirnya memilih mogok makan selama di posko pengungsian. Dalam hatinya, ia berharap dengan cara seperti itu keinginannya untuk pulang dapat dituruti oleh keluarganya. Namun, upayanya gagal. Tak kehilangan akal, ia terus merengek minta pulang.
Rengekan Mbah Joyo justru disalahartikan oleh pengungsi lain. Mereka menganggap Mbah Joyo mengalami gangguan kejiwaan. Supaya tidak menggangu ketenangan pengungsi, relawan kemanusiaan langsung melakukan pememeriksaan dan membawanya ke PSBK untuk mendapatkan perawatan secara intensif. Saat dibawa oleh para relawan itu, Mbah Joyo berontak. Ia panik dan berteriak-teriak. Ia menolak dipindahkan.
"Dia (Mbah Joyo) sangat senang ketemu sama keluarganya. Di sini dia ngerasa kesepian. Dia cuma diam, sambil duduk-duduk saja," kata Mariyah menerjemahkan ucapan Mbah Joyo yang hanya bisa berbahasa Jawa itu.
Menurut Mariyah, bapaknya itu ingin segera pulang ke rumah. Ia tidak tahan jika berdiam diri saja. Ia Ingin kembali beraktivitas seperti biasa. Tangannya sudah gatal-gatal untuk membikin anyaman keranjang dari bambu yang dipesan oleh para pelanggannya. Ia hanya membutuhkan bambu dan arit untuk melakukan aktivitasnya itu.
"Katanya, dia kangen bikin anyaman pesanan langganannya. Dia bosan kalau di sini cuma diam saja. Maklum mas, dia kan terbiasa kerja. Kalau nggak ada kerjaan dia ngerasa bosan," tutup Mariyah.(*)
Mbah Joyo Akhirnya Bisa Bertemu Cucu dan Cicitnya
Penulis: Willem Jonata
Editor: Juang Naibaho
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger