TRIBUNNEWS.COM, MANGUPURA - Sejak dua bulan terakhir, angka penderita rabies di wilayah Badung mengalami peningkatan.
Namun demikian, tidak semua pasiennya mendapatkan perawatan secara intensif di rumah sakit, dan hanya melakukan pengobatan rawat jalan.
Hal tersebut diungkapkan I Gusti Ayu Pradnyawati, Staf Humas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Badung, Badung kepada Tribun Bali, Senin (26/5).
Perempuan yang akrab disapa Anya ini mengatakan, pasien dari beberapa wilayah di Badung terbilang cukup banyak yang mengalami penyakit tersebut.
"Namun demikian mengenai presentasenya sejauh ini hampir merata. Artinya tidak ada daerah yang menonjol jumlahnya. Jumlah ini minus daerah-daerah yang selatan. Mengingat yang ada di wilayah Badung Selatan lebih suka membawanya ke Denpasar,”jelasnya.
Ia juga menambahkan meningkatnya jumlah pasien tersebut, sedikit banyak berdampak pada suplay vaksin di rumah sakit.
“Banyaknya jumlah pasien rabies yang mencapai ratusan ini, tentu berdampak pada permintaan jumlah vansin anti rabies di rumah sakit kami,” imbunya.
Namun meski demikian, di bulan Mei 2014 jumlah penderita yang ditangani oleh pihak RSUD Badung mulai berkurang.
“Ada pengurangan meski jumlah masih ratusan tetapi, tidak sebanyak bulan April kemarin,” imbuhnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, Suteja saat dihubungi Tribun Bali membantah adanya kasus rabies di wilayahnya.
“Tidak ada kasus rabies di wilayah Kita. Kasus rabies terakhir, tercatat pada tahun 2010. Jadi tidak ada rabies di wilayah kami.” ungkapnya kepada Tribun Bali.
Ia menambahkan bahwa, kalau kasus giitan anjing memang ada.
“Kasus gigitan anjing memang ada, data dari rumah sakit yang ada sekitar 300-an itu kemungkinan gigitan anjing. Jadi sekali lagi itu gigitan anjing bukan rabies,”jelasnya.
Sebelumnya, Dinas Kesehatan Provinsi Bali mengupayakan secara maksimal penanggulangan rabies dengan melakukan promosi kesehatan secara berkala dan berkesinambungan di Kabupaten/Kota.
"Hal ini dilakukan untuk menekan kasus gigitan anjing yang terjadi di Pulau Dewata," kata Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan lingkungan (P2PL) dr Gede Wira Sunetra di Denpasar.
Upaya lain untuk mencegah kasus rabies, lanjut dia, dengan terus melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala di seluruh Kabupaten/Kota di Bali melalui penatalaksaan sesuai program tetap yang berlaku.
"Adanya rabies center juga membantu upaya promosi kesehatan sebagai monitoring apabila terjadi kasus gigitan anjing dan pencegahan secara dini," ujarnya.
Ia mengatakan dengan melakukan promosi kesehatan dapat meningkatkan kerja sama kepada masyarakat dan
"stakeholder" agar secara berkesinambungan melakukan upaya pencegahan rabies tersebut. Gede Wira menuturkan bahwa dengan promosi kesehatan secara berjenjang dan dilaksanakan secara teratur dapat menekan kasus gigitan anjing sehingga penyakit rabies tidak terjadi kembali di Bali.
Selain melakukan promosi kesehatan, lanjut dia, pihaknya mengklaim untuk persediaan Vaksin Anti-Rabies (VAR) tetap ada di Rumah Sakit pemerintah kabupaten/kota sehingga tidak akan mengalami kekurangan stok vaksin tersebut.
Ia mengatakan per minggu jumlah VAR yang dikirim ke RSUP Sanglah mencapai 500 vial dan data terakhir ketersediaan jumlah SAR sebanyak 70 vial.
Jumlah VAR tersebut tersedia di RSUD Badung, Bali, sebanyak 21.000 vial dikirim per bulan dan untuk Serum Anti-Rabies (SAR) masih terbatas di rumah sakit tersebut.
Untuk vaksin dan serum rabies keseluruhan ditanggung oleh pemerintah.
Namun, di rumah sakit swasta sendiri yang memang menyediakan vaksin tersebut pembiayaannya di tanggung pribadi.
"Dengan upaya promkes dan ketersediaan vaksin tersebut kasus rabies di Bali diharapkan menurun," ujarnya.(sui/isu/ant)