TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Seorang petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) di TPS 01, Desa Dukuh, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah diduga merusak surat suara. Akibatnya, sebanyak 34 surat suara pada Pilpres 9 Juli lalu itu dinyatakan rusak dan tidak sah.
Perbuatan salah seorang anggota KPPS berinisial S ini juga terekam pada kamera telepon seluler. Pada rekaman itu terlihat seorang perempuan yang merupakan petugas KPPS beberapa kali merusak surat suara dengan menggunakan kuku jari tangan. Akibatnya terdapat dua lubang pada surat suara tersebut sehingga dinyatakan tidak sah.
Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Jateng, Teguh Purnomo mengatakan, pelanggaran administratif dan pidana itu ditemukan oleh petugas pengawas pemilu di Kabupaten Sukoharjo.
"Setelah diklarifikasi, hasilnya memang ada kejadian itu," ujarnya, Rabu (16/7/2014)..
Modus perusakan itu, ungkap Teguh, yakni dengan melubangi surat suara menggunakan kuku tangan. Perusakan surat suara itu memenuhi unsur yang diatur pada Pasal 164 huruf C Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk dilakukan pemungutan suara ulang di TPS setempat.
Ia mengatakan, pada pasal itu disebutkan jika ada petugas yang merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan pemilih sehingga surat suara itu menjadi tidak sah, maka harus dilakukan pemungutan suara ulang.
Terkait hal itu, pihaknya menginstruksikan pada pengawas pemilu di daerah setempat untuk merekomendasikan penundaan proses rekapitulasi perolehan suara yang saat ini tengah berlangsung di KPU Kabupaten Sukoharjo.
"Permasalahan ini harus diselesaikan dulu, dan dilakukan pemungutan suara ulang. Jika KPU bersikeras serta membawanya ke tingkat provinsi, maka kami juga akan merekomendasikan khusus Kabupaten Sukoharjo tidak dilakukan rekapitulasi dulu di tingkat provinsi," tandasnya.
Selain itu, pelaku perusakan bisa dijatuhi hukuman pidana sesuai Pasal 259 dan Pasal 234 dengan ancaman hukuman paling singkat 12 bulan dan paling lama 36 bulan penjara serta denda paling sedikit Rp 12 juta atau maksimal Rp 36 juta.
"Jika pelaku seorang petugas, maka hukumannya ditambah sepertiga dari ketentuan pidana yang telah ditetapkan," ujarnya.