Laporan Wartawan TribunTimur, Saldy
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR -- Ismail (17), siswa yang dikeluarkan dari sekolahnya akibat tidak bayar SPP, bertandang ke Tribun Timur, Jl Cendrawasih Makassar.
Kedatangan Ismail ke Tribun didampingi ayahnya Mustaqim. Siswa SMK 1 Makassar tersebut mengeluhkan perlakuan pihak sekolah yang membebankannya membayar iuran SPP perbulan sebesar Rp 100 ribu perbulan, dan iuran pembangunan Rp 1,1 juta.
Dari penjelasan Ismail, perlakuan guru disekolah tidak begitu mendidik layaknya selama ini diberitakan media, pihak sekolah itu hanya memikirkan iuran SPP, tanpa menjalankan kewajibannya mengajar siswa dengan baik.
"Bukan hanya saya sendiri pak, banyak temanku juga dikasih begini kasian," jelasnya.
Apabila penetapan sekolah tersebut tidak ditepati oleh siswa, maka siswa akan dikeluarkan dari kelas ataupun tidak diberikan rapor, keluh Ismail.
Ismail yang didampingi Mustaqim menyebutkan bahwa ia tidak bisa membayar kebutuhan anaknya, karena saat proses anaknya Ismail dikeluarkan dari sekolah, ia sendiri mendekam didalam Rutan kelas 1 Makassar, akibat kasus lakalantas.
Berapa upaya yang dilakukan Mustaqim agar pihak sekolah memberikan kebijakan kepada anaknya namun permohonan itu tidak dikabulkan oleh pihak SMK 1 Makassar.
"Banyak sekalimi permohonanku sama pihak sekolah tapi saya malah diancam, bahkan ancaman itu dilakukan saat saya masih didalam sel melalui telepon,"ujarnya, Sabtu (15/11/2014), malam.
Sebagai seorang ayah, Mustaqim tidak tegah melihat anaknya putus sekolah, satu harapannya mencari nafkah selama ini, yakni menyekolahkan anaknya tinggi-tinggi, dengan upaya apapun.
Saat ini, untuk mengisi kekosongan aktivitasnya, Ismail menjadi buruh bangunan apabila disiang hari dan malam hari menjadi seorang pelayan di salah satu penjual bakso di Makassar.
Saat ini, Ismail tinggal dirumah keluarganya di Jl Dangko lorong 31 no 55 Makassar, sedangkan Mustaqim sendiri tinggal di rumah Bosnya di kabupaten Gowa.