TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - "Apakah saya akan dieksekusi?" Pertanyaan itu sempat terlontar dari mulut Rodrigo Gularte sebelum dieksekusi mati.
Terpidana mati asal Brasil itu belum menyadari akan menghadapi regu tembak hingga di momen terakhir hidupnya.
Penasihat spiritual Gularte, Charlie Burrows, mengatakan dirinya sempat berbicara dengan Gularte selama 1,5 jam pada Selasa (28/4/2015) malam.
Ketika itu, imbuh Burrows, Gularte tampak kebingungan dengan nasibnya dan mengeluh ada suara-suara yang berbisik di telinganya.
Saat dibawa keluar ruang isolasi, Gularte dan Burrows menuju mobil yang hendak mengantarkannya ke lokasi eksekusi.
"Dia berkata kepada saya 'apakah saya akan dieksekusi?'. Lalu saya menjawab 'iya, saya kira saya sudah menjelaskannya padamu," tutur Burrows kepada stasiun radio Irlandia.
Burrows mengatakan, saat mereka tiba di lapangan eksekusi, ke-8 terpidana mati diikatkan ke tiang berbentuk salib menggunakan kabel.
Mereka menolak untuk menggunakan penutup mata dan memilih untuk menatap para anggota regu tembak.
Saat ke-8 terpidana mati diikat, imbuh Burrows, dirinya diizinkan untuk berbicara lagi dengan Gularte.
Meski tidak histeris, ujar Burrows, Gularte memprotes eksekusi mati tersebut.
"Saya berbicara padanya, dan dia berkata 'ini tidak benar. Saya hanya melakukan satu kesalahan kecil, dan harus mati karenanya'," ujar Burrow menirukan ucapan Gularte.
Keluarga terpidana mati kasus narkoba asal Brasil, Rodrigo Gularte (42) masih bercucuran air mata.
Rodrigo sudah dieksekusi mati bersama tujuh terpidana mati lainnya di Nusakambangan, Cilacap pada Rabu (29/4) dini hari.
Kuasa hukum Rodrigo, Alex Argo Hermowo saat dihubungi pada Rabu pagi menuruturkan, pihak kelurga Rodrigo yang datang ke Nusakambangan masih dalam kondisi terguncang.
"Kami belum bisa komunikasi lebih jauh dengan pihak keluarga, karena masih syok sekali. Dari kami, jelas tindakan eksekusi ini kami sesalkan," kata Alex.
Alex mengatakan, Rodrigo semestinya memiliki hak yang sama dengan dua terpidana mati lainnya yang mengalami penundaan eksekusi, yakni Serge Arezki Atlaoui asal Perancis, dan Mary Jane Fiesta Veloso asal Filipina.
"Kami menyayangkan hukum disini tidak bisa mempertimbangkan hal yang sifatnya materiil. Seperti yang sudah diketahui, Rodrigo menderita gangguan jiwa. Harusnya ini bisa jadi perhatian khusus," kata Alex.
Gularte ditangkap pada 2004 di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, karena membawa 6 kilogram kokain yang disembunyikan di papan selancar.
Dia divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang pada Februari 2005 dan menjalani hukuman penjara 7 tahun penjara di Nusakmbangan.