Keduanya melakukan kesepakatan dalam Akta Pengakuan Pengangkatan Anak.
“Kedua belah pihak sebelum datang ke notaris sudah melakukan kesepakatan, mungkin saja perjanjian ini dibuat takutnya salah satu pihak mengingkari kesepakatan. Jadi ketika terjadi sesuatu ada kesepakatan hitam di atas putih,” jelas Anneke Wibowo, Notaris yang membuatkan akta pengangkatan anak.
Dikatakan Anneke, kedua belah pihak pada waktu itu sempat datang dua kali ke kantornya untuk meminta tolong dibuatkan akta.
“Yang minta untuk bikin kesepakatan hitam di atas putih itu Ibu Margriet. Mungkin saja dia takut nanti terjadi pengingkaran kesepakatan,” ujarnya.
Dijelaskan Anneke, akta ini hanya pegangan awal untuk tidak saling mengingkari kesepakatan, dan bukan akta adopsi.
Jika pihak pertama ingin mengadopsi seharusnya menempuh jalur pengadilan dan mengikuti proses legal.
“Akta saya bukan akta adopsi, ini akta pengakuan pengangkatan anak. Akta ini kesepakatan awal sebelum dilakukan proses selanjutnya, tetapi proses selanjutnya itu yang tidak ditindaklanjuti oleh kedua belah pihak,” katanya.
Anneke menjelaskan, dalam akta tersebut, yang mengikat perjanjian adalah Rosyidi dengan Margriet.
Apakah akta ini mempunyai kekuatan hukum?
Anneke menyatakan, bukan pengangkatan anaknya yang mempunyai kekuatan hukum, tapi apa yang disepakati di dalamnya yang mengikat dan berlaku sebagai UU.
“Yang diikat yang tertera di akta bukan yang keluar dari akta,” katanya. (*)