TRIBUNNEWS.COM, JOMBANG - Tahun 2011, Pimpinan Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) di Amerika Serikat (AS), secara resmi terbentuk. Surya berkesempatan bertemu dengan satu di antara empat orang "founding father" PCINU Amerika Serikat dan Kanada saat menghadiri Muktamar ke-33 NU di Jombang.
Adalah Achmad Tohe, pria asal Malang yang berkontribusi besar menghadirkan PCINU di AS. Sebelum hadir di AS, PCINU sudah hadir di negara kawasan Timur Tengah.
Datang ke AS sebagai seorang mahasiswa yang tengah menyelesaikan studi S3, Achmad yang memang berasal dari keluarga besar NU menemui realita kehidupan minoritas Islam di nagara itu. Dalam kondisi itu, ia mencoba menghadirkan komunitas NU.
Komunitas ini pun berkembang pesat hingga terdengar pengurus NU di Indonesia. Selanjutnya, ada usulan dari beberapa anggota agar komunitas NU di AS yang dihuni oleh banyak intelektual muda itu diresmikan. Artinya, berada di bawah naungan NU di Indonesia. Maka resmilah PCINU di AS terbentuk pada 2011. Tidak hanya di AS, PCINU juga memayungi kelompok NU di Kanada.
"Lebih pada gerakan kultural saja untuk mempromosikan nilai-nilai dan visi keagamaan," terang Achmad kepada Surya, Minggu (2/8).
Sejak diresmikan, Achmad yang menduduki posisi Katib PCINU AS dan Kanada memiliki tugas menghadirkan Islam yang damai dan bersahabat. Memang tidak mudah untuk mengawali gerakan itu.
Mengusung semangat kekeluargaan dengan sesama warga Nahdliyin di AS, perlahan PCINU mulai menunjukkan jati dirinya.
"Kami ingin memberikan opini kepada publik bahwa Islam itu bukan Timur Tengah. Padahal, Islam yang paling besar itu berada di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia," kata lelaki yang tengah menyelesaikan post doctoral-nya di Boston University itu.
Salah satu cara yang dilakukan Achmad untuk membumikan Islam yang damai dan santun adalah melalui tulisan artikel yang dikirim ke media massa. Selain rajin menulis artikel di media massa, anggota PCINU juga sering mendatangi sekolah-sekolah di AS. Di sana mereka bercerita tentang kultur Islam di Indonesia yang jauh dari pandangan ekstrimis.
Pihak sekolah sendiri yang mengundang anggota PCINU datang ke sekolah untuk meceritakan tentang Islam. Achmad menilai, tidak sedikit dari warga AS yang kritis terhadap pemberitaan media tentang Islam.
Mereka menyadari ada orang Islam yang tinggal di lingkungan terdekatnya. Namun orang Islam yang dia jumpai berbeda dengan apa yang ada di dalam berita. Jauh dari kesan kekerasan dan terorisme.
"Di situlah mereka ingin mengenal Islam secara langsung, tidak lewat berita yang beredar," papar Achmad yang pernah bercerita tentang Islam di sekolahan anaknya di Boston.
Sementara dengan kelompok NU dari Indonesia, kegiatan yang kerap digelar adalah tahlilan dan salawatan. Kelompok PCINU di AS dan Kanada sekitar 250 orang.
Achmad juga menungkapkan dirinya tidak pernah mendapat tekanan yang berat, lantaran ia membangun hubungan baik dengan warga di sekitar. Kedekatan dengan warga sekitar itulah yang membuat PCINU dapat diterima di AS.
Di sela-sela hidup berdampingan dengan warga AS, Achmad beserta anggota PCINU lainnya tidak sungkan-sungkan menunjukkan sikap Islam yang ramah. Maka tak heran kalau warga menyambut baik keberadaan mereka.