Dari sisi iklim, Madura juga cocok untuk pengembangan tebu. Suhu rata-rata untuk fase pertumbuhan tebu di Madura yang sebesar 26-27 derajat celcius masuk kriteria "bagus" untuk tebu.
Adapun suhu pada fase pematangan tebu di Madura yang mencapai 14 derajat Celcius masuk kategori "memuaskan". Demikian pula untuk kriteria lain seperti kelembaban, tekstur tanah, pH tanah, dan sinar matahari juga dinilai cocok untuk lahan tebu.
Menteri BUMN Rini Soemarno sendiri, dalam kunjungannya ke lahan tebu di Kabupaten Pamekasan, Sabtu (12/9/2015) lalu, dari hasil uji coba yang dilakukan diketahui bahwa Pulau Madura sangat potensial sebagai lahan pengembangan baru tanaman tebu.
"Seperti kita tahu, lahan di wilayah Pulau Jawa sudah cukup sulit untuk dikembangkan menjadi areal pertanian tebu karena berbagai faktor, seperti konversi lahan ke sektor properti," kata Rini.
Potensi Pulau Madura masih tinggi untuk lahan tebu karena banyak lahan tidur yang bisa dikembangkan menjadi areal perkebunan tebu. Diharapkan nantinya dengan pengembangan lahan tebu di Pulau Madura ini swasembada gula bisa terwujud.
Menteri Rini mengatakan, saat ini butuh kerja keras khususnya untuk meyakinkan masyarakat petani agar mau menanam tebu, mengingat komoditas tebu di Pulau Madura cenderung baru dibandingkan komoditas lain yang sudah cukup lama dikembangkan di Madura seperti jagung.
Petani perlu diyakinkan bahwa tebu mempunyai daya saing dan keuntungan ekonomis yang menjanjikan dibanding komoditas lain. Karena itu, dia meminta BUMN terus melakukan sinergi untuk menjadi Pulau Madura sebagai salah satu daerah penghasil tebu terbesar di Indonesia.
Di antaranya dengan mengajak para petani tebu di Madura melihat kesuksesan petani tebu di daerah lain di Pulau Jawa.
"Saat ini rata-rata produksi lahan tebu di Pulau Madura baru sekitar 55 ton per hektar, karena masih ada kendala dalam pengairan. Jika nantinya BUMN mau berinvestasi untuk mengembangkan sumur dalam untuk pengairan, maka produksi bisa ditingkatkan menjadi 80 sampai 100 ton tebu per hektare sebagaimana produktivitas di Jawa," jelas Rini.
Jika itu sudah terjadi maka secara otomatis, tanpa bantuan dana pemerintah pun petani akan bisa mendapatkan pendanaan, terutama kami akan dorong melalui mekanisme Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) dari bank-bank BUMN.