"Saat ditelpon, Kiai Budi masih berada di Tuban. Kiai yang mahir menari sufi dan banyak santri penari sufinya itu langsung pulang demi persahabatannya dengan Mgr. Puja selama ini," jelas Romo Budi.
Kata dia, bahwa tarian sufi itu juga dipersembahkannya sendiri sebagai tanda persahabatannya dengan mendiang Bapak Uskup Agung Semarang itu yang setiap Hari Raya Idul FItri bersilaturahmi ke pondoknya.
"Bahkan di saat sedang berjuang dengan sakit yang dideritanya, Mgr. Pujasumarta tetap bersilaturahmi ke Ponpen Al Islah pada Hari Raya Idul Fitri 2015 yang lalu," tutur Romo Budi mengulang keterangan Kiai Budi mengenang sosok Uskup Semarang yang kini telah wafat.
Sesudah Kiai Budi selesai menari sufi, jenazah langsung diberangkatkan menuju Yogyakarta.
Pemberangkatan jenazah Bapak Uskup diiringi dentang lonceng Katedral dan isak tangis umat serta imam yang masih dirundung duka.
Perjalanan menuju Yogya ditempuh melalui jalan biasa, tidak melalui jalan tol atau pun jalan lingkar.
Hal ini dilakukan mengingat umat di Ambarawa dan Bedono juga siap menyambut jenazah Bapak Uskup yang melintasi daerah itu.
Mgr. Johannes Pujasumarta merupakan Uskup, Gembala dan Pemimpin yang mengumat dan merakyat.
Itulah yang selama ini ditangkap banyak orang termasuk Romo Budi yang sempat beberapa kali berkunjung dan berdialog dengan Bapak Uskup selama dirawat di Ruang Anna 402 Rumah Sakit Elisabeth Semarang.
"Beliau sangat kebapakan dan baik hati dalam kesederhanaan dan kecintaan kepada umatnya."
"Bahkan beliau menghayati sakitnya sebagai bagian dari kecintaan kepada umat dan masyarakat. Itulah sebabnya, beliau memilih dirawat dengan cara seperti umat dan meninggal juga seperti umat, dengan tidak mau dirawat di ICU apalagi berobat ke luar negeri," kenang Romo Budi.