Pelindo III mengucurkan dana hingga ratusan miliar rupiah untuk meningkatkan produktivitas, mulai dari perbaikan dermaga Pelabuhan Dalam, pengadaan peralatan bongkar muat modern dan pembangunan penanganan rob dengan Polder System yang membuat kawasan Tanjung emas bebas dari banjir rob.
"Setelah merevitalisasi pelabuhan dengan berbagai investasi yang sudah dilakukan selama ini dan telah sesuai peraturan perundangan yang berlaku, Pelindo III malah dipermasalahkan dengan perizinan yang harusnya sudah termasuk dalam kapasitasnya sebagai BUP," ucapnya.
"Dengan adanya ijin BUP dan investasi yang telah dikeluarkan dan untuk menjaga iklim investasi, tentunya Pelindo III berhak untuk mengusahakan kegiatan bongkar muat sendiri di Pelabuhan Dalam Tanjung emas tanpa harus melibatkan pbm swasta," tambah dia.
Edi mengatakan, secara ekonomi total kerugian akibat penghentian kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Tanjung emas tersebut mencapai Rp 300 juta per hari. "Dan multiplier effect terhadap kerugian ekonomi bisa mencapai hingga Rp 1 miliar," kata Edi.
Melihat hal itu, pihaknya mendesak kepada Kementerian Perhubungan dapat segera mengambil langkah tegas, karena penghentian oleh KSOP Tanjung emas tersebut merugikan banyak pihak.
Usaha pemerintah untuk menekan biaya logistik terganggu, padahal konektivitas pelabuhan adalah tulang punggung dari program Tol Laut yang dicanangkan Presiden Jokowi.
Ketidakjelasan ketentuan dan perilaku oknum birokrasi pemerintahan di kepelabuhanan menjadi salah satu penyebab tidak adanya investasi swasta di bidang pelabuhan.
Maka, sejak tahun 2008 ketika Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 diterbitkanhingga saat ini, hanya ada BUMN, termasuk Pelindo yang melakukan pembangunan pelabuhan umum.
Tindakan KSOP yang turut mengambil peran sebagai operator, jadi menyimpang dari semangat Undang-Undang Pelayaran yang telah membagi peran para pemangku kepentingan di kepelabuhan, unsur pemerintah sebagai pengawas dan BUP sebagai pengelola usaha.(Kontributor Ungaran, Syahrul Munir)