Laporan Wartawan Tribun Sumsel, M Syah Beni
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - "Saya bahagia. Saya malah tidak sabar lagi menantikannya (operasi)," ujar Rieskhy Wulandari kepada Tribun Sumsel, Sabtu, (9/1/2015).
Jawaban itu secara tegas ia ucapkan di depan ayahnya, Darwin, saat Tribun datang ke rumahnya dan bertanya keputusan Rieskhy mendonorkan ginjal.
Gadis cantik pendonor ginjal ini dalam waktu dekat akan menjalani operasi transplantasi ginjal di RS Muhammad Hoesin (RSMH) Palembang untuk kemudian menggantikan ginjal Darwin yang sudah rusak.
Ditemui di rumahnya di Jalan Anggrek, Kelurahan Sialang, Kecamatan Sako Palembang, Rhiesky tengah asyik memainkan gawainya, roman mukanya ceria dan ia tak sabar menuju meja operasi agar ginjalnya cepat berpindah untuk ayahnya dan sembuh seperti semula.
Keputusan Rhiesky mendonorkan ginjal membuat banyak orang tidak percaya, lantaran usianya belum genap 20 tahun dan masa depannya masih panjang.
Kepada Tribun Sumsel ia menceritakan semua perasaan yang selama tiga tahun ini ia pendam. "Harapan saya semoga tidak ada halangan untuk niat ini. Semoga juga prosesnya berjalan cepat," Rhiesky berharap.
Darwin didiagnosa mengalami gagal ginjal pada 2013 saat Rhiesky masih duduk di bangku kelas dua sekolah menengah atas di Kabupaten Empat Lawang terpisah dari orangtuanya yang tinggal di Palembang.
Mendengar kabar ayahnya sakit, Rhiesky sangat terpukul dan selalu berpikir negatif sehingga tiap gawai pintarnya berdering hatinya terus was-was, takut hal buruk menimpa ayahnya.
"Saya parno (paranoid). Takutnya nanti dikabari yang tidak-tidak (soal si ayah). Sejak itu saya terus dibayangi ketakutan," jelas perempuan yang pernah dinobatkan sebagai Putri Pariwisata Kabupaten Empat Lawang itu.
Rhiesky terlihat berkaca-kaca dan menumpuk di ujung matanya saat menceritakan ayahnya tersebut, tapi ia buru-buru mengambil tisu di atas meja untuk menyeka kesedihan dari wajahnya yang berpeluh.
Sejak ayahnya didiagnosa gagal ginjal, sejak saat itu ia menimbang-nimbang dan menyerahkan dirinya untuk ikhlas bisa menggantikan ginjal rusak ayahnya dengan ginjalnya yang masih sehat.
"Saya mencari-cari informasi tentang penyakit itu, tentang donor ginjal dan sebagainya," ujar mahasiswi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sriwijaya ini.
Ternyata keinginan Rhiesky tidak sejalan pemikiran ayahnya dan ia menolak mentah-mentah keinginan putrinya karena menimbang masa depannya masih panjang.
Tidak hanya Rhiesky, dua saudaranya yang berniat mendonorkan ginjal pada akhirnya ditolak oleh Darwin.
"Papa waktu itu tidak mau. Sudah didesak tetap tidak mau," tambah dia.
Selama tiga tahun Rhieksy dan kedua kakaknya terus membujuk ayahnya agar mau menerima donor ginjal, sampai akhirnya hatinya luluh dan Darwin bersedia menerima ginjal anaknya.
Rasa takut tetap membayangi Rhiesky setelah kembali berkumpul bersama orangtuanya usai lulus sekolah menengah atas, sehingga ia tak bisa jauh dan tak pernah lupa mengontrol kondisi ayahnya.
"Pernah lihat papa diam saja, tidak bergerak, saya langsung takut. Pikiran saya sudah tidak keruan," cerita dia.
Perasaan-perasaan seperti belakangan membuat Rhiesky semakin mantap untuk mendonorkan ginjal miliknya, bahkan untuk meyakinkan ayahnya, mereka berdua sempat mengikuti seminar transplantasi ginjal.
"Orang yang punya satu ginjal tetap akan hidup seperti biasa. Orang yang mendapatkan donor ginjal juga akan hidup seperti biasa lagi. Jadi kenapa tidak mau mendonorkan, jika sama-sama baik," Rhiesky mencoba membesarkan hatinya.
Menurut dia, tidak ada perubahan pada dirinya sejak memutuskan untuk menjadi pendonor ginjal dan semua aktivitas ia lakukan seperti biasa, termasuk tak terlalu memikirkan bagaimana hidup berikutnya.
"Itu tadi, saya senang mendonorkan ginjal saya untuk papa. Jadi tidak ada yang dikhawatirkan," ungkap dia.